KONTRIBUSI TEORI KEPENTINGAN KELOMPOK DALAM STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

KONTRIBUSI TEORI KEPENTINGAN KELOMPOK
DALAM STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
(SUATU KAJIAN LITERATUR)
I.B. PUTRA ASTIKA
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana
ABSTRACT
In order to present useful financial report for economic decision making, regulation of accounting standard becomes important. Economic and politic conditions contribute heavily to regulator in creating, improving, and renewing accounting standard in a country. It means that accounting standard is not purely born from theory, but contributed by economic and politic conditions. Accounting standards dominantly derived from theory have failed. The standards have not accepted by business community and politicians or general stakeholders because not in line with their political will. Based on this situation, it would be right to say that accounting standard is a consensus dominantly supported by group interest theory.
Keywords: regulation, financial report, accounting standard, consensus
I. PENDAHULUAN
Akuntansi mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan tumbuh dan berkembangnya bisnis surat-surat berharga khususnya bisnis saham di pasar modal. Masyarakat Amerika sudah mengenal bisnis tersebut sejak tahun 1900 (Belkaoui, 2007). Dalam bertransaksi, baik para investor maupun calon investor telah menggunakan informasi keuangan perusahaan sebagai salah satu pedoman dalam membuat prediksi-prediksi dan untuk mengambil keputusan bisnis, yaitu investasi dalam surat-surat berharga, khususnya dalam saham. Perkembangan positif yang terjadi terhadap bisnis saham di pasar modal Amerika juga menunjukkan bahwa kebutuhan
1
perusahaan akan modal juga meningkat seirama dengan perkembangan pasar. Perkembangan ini sekaligus menunjukkan bahwa pasar modal memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara khususnya Amerika pada era tersebut. Di samping itu, juga berarti bahwa kebutuhan dan peran informasi akuntansi menjadi semakin penting.
II. TINJAUAN TEORI
Mengapa Standar Akuntansi Dibutuhkan ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, review terhadap perjalanan sejarah akuntansi menjadi penting untuk dipahami. Literatur-literatur akuntansi secara formal memulai pembahasan perjalanan akuntansi dengan mengambil start awal tahun 1900. Masyarakat Amerika pada era tersebut telah menggunakan informasi akuntansi sebagai salah satu pedoman untuk pengambilan keputusan investasi. Di sisi yang lain penggalian dan pengembangan prinsip-prinsip akuntansi baru dilakukan tahun 1933. Pada tahun tersebut Stock Exchange Commission (SEC) menerbitkan undang-undang yang mengatur tentang penerbitan sekuritas dan undang-undang 1934 yang mengatur tentang perdagangan sekuritas dan tahun 1938 SEC memberdayakan Committee on Accounting Procedures (CAP). CAP merupakan lembaga yang dibentuk oleh The American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) yang bertugas untuk menggali prinsip-prinsip akuntansi yang memadai dan mendukung praktik-praktik akuntansi. Jadi, melalui CAP, AICPA dan SEC berharap bahwa informasi akuntansi yang dihasilkan oleh suatu entitas memiliki kualitas sehingga layak digunakan sebagai dasar untuk pengambilan
2
keputusan ekonomik khususnya keputusan investasi oleh para pemakai informasi.
Jika dilihat dari awal peran dan perhatian institusi terhadap praktik-praktik akuntansi, dapat dipastikan kalau pada tahun munculnya bisnis saham di pasar modal (1900 – 1933) informasi akuntansi tidak dihasilkan dari prinsip-prinsip akuntansi yang baik karena tidak dilandasi dengan teori akuntansi. AICPA memberdayakan CAP mulai tahun 1938 dan perumusan teori akuntansi baru dipelopori oleh Paton dan Littleton pada tahun 1940 dengan diterbitkannya buku yang berjudul ”An Introduction to Corporate Accounting Standards”. Menurut Belkaoui (2007) penyebaran kepemilikan saham-saham pada tahun 1900-1933 memberikan peluang pada manajemen untuk sepenuhnya mengendalikan bentuk dan isi pengungkapan akuntansi. Intervensi manajemen dicirikan oleh penyelesaian-penyelesaian yang bersifat ad hoc (panitia khusus) terhadap masalah-masalah mendesak dan kontroversial yang muncul dalam praktik.
Inisiatif manajemen menimbulkan konsekuensi-konsekuensi sebagai berikut.
1. Sebagian besar teknik akuntansi tidak memiliki dukungan teoretis dan solusi yang diadopsi bercirikan pragmatis.
2. Fokusnya adalah pada penentuan pendapatan kena pajak dan minimalisasi pajak pendapatan.
3. Teknik akuntansi yang diadopsi didorong oleh keinginan untuk meratakan earnings.
3
4. Masalah-masalah yang kompleks dihindari dan solusi berdasarkan pengadopsian kebijakan.
5. Perusahaan yang berbeda mengadopsi teknik akuntansi yang berbeda untuk masalah yang sama.
Beranjak dari konsekuensi-konsekuensi tersebut, SEC memandang penting untuk melindungi para investor (kepentingan publik) melalui penyediaan informasi akuntansi yang berkualitas.
Regulasi Akuntansi dan Teori-teori yang Berhubungan
Terdapat tarik-menarik yang sangat kuat antara pihak yang setuju dengan yang tidak setuju terkait dengan apakah diperlukan regulasi terhadap standar akuntansi keuangan. Pihak yang tidak menginginkan regulasi berargumen dengan menggunakan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa manajemen memiliki insentif membuat laporan yang andal dan disajikan secara sukarela kepada pemilik (shareholder) semata-mata untuk menyelesaikan konflik antara pemilik dan manajemen. Laporan keuangan digunakan untuk memonitor hubungan kerja (hubungan keagenan) serta untuk menilai dan menentukan kompensasi yang akan dibayarkan kepada manajer (Belkaoui, 2007). Perusahaan dituntut untuk menyajikan laporan secara sukarela dan pengguna informasi dapat memaksa pihak-pihak terkait untuk menyajikan informasi tersebut.
Di samping menggunakan teori keagenan, pihak yang tidak menginginkan regulasi juga menggunakan pendekatan pasar bebas. Menurut pendekatan ini informasi akuntansi merupakan produk-produk
4
yang bersifat ekonomis, sama seperti barang atau jasa lainnya. Informasi akuntansi juga merupakan subjek kekuatan permintaan dari para pengguna dan disediakan oleh para penyaji. Hasilnya adalah sejumlah pengungkapan informasi yang optimal pada tingkat harga yang optimal pula. Kapan suatu informasi diperlukan dan sejumlah harga tertentu ditawarkan untuk itu, maka pasar akan menyediakan informasi asalkan harga yang ditawarkan melebihi biaya informasi tersebut.
Pihak-pihak yang menginginkan regulasi akan mengunakan teori kepentingan publik (The Public Interest Theory) dan teori kepentingan kelompok (The Interest Group Theory) untuk menyukseskan keinginannya karena pada dasarnya, baik kegagalan pasar maupun kebutuhan untuk mencapai tujuan sosial memaksa adanya regulasi akuntansi (Scott, 2000). Teori kepentingan publik menyatakan bahwa regulasi terjadi karena tuntutan publik dan muncul sebagai koreksi atas kegagalan pasar. Kegagalan pasar terjadi karena adanya alokasi informasi yang belum optimal dan ini dapat disebabkan oleh (1) keengganan perusahaan mengungkapkan informasi, (2) adanya penyelewengan informasi, dan (3) penyajian informasi akuntansi secara tidak semestinya. Dalam teori ini, sentral otoritas juga disebut regulator dan diasumsikan bahwa masyarakat memiliki kepentingan terbesar pada informasi akuntansi. Regulator berusaha untuk melakukan pengaturan dengan sebaik mungkin karena akan memaksimalkan kesejahteraan sosial. Dalam penerapannya teori kepentingan publik ternyata memiliki masalah sehingga teori ini dikatakan memiliki masalah implementasi karena sulit menentukan berapa jumlah regulasi yang sesuai. Penentuan jumlah 5
regulasi merupakan sesuatu yang sulit dilakukan untuk komoditas seperti informasi. Masalah yang lebih sulit terletak pada motivasi dari regulator itu sendiri. Harus disadari bahwa sangat sulit untuk memonitor operasi regulator dan kekuatan publik untuk memaksa regulator beroperasi demi kepentingan publik adalah lemah. Kelemahan tersebut juga akan menimbulkan kemungkinan bahwa badan ini akan beroperasi untuk kepentingan pribadi dan tidak untuk kepentingan umum.
Teori kepentingan kelompok memiliki pandangan bahwa suatu industri beroperasi karena terdapat sejumlah kepentingan kelompok. Otoritas politik atau legistatif juga dapat digolongkan sebagai suatu kelompok kepentingan yang memiliki kekuatan untuk memasok regulasi untuk mempertahankan kekuasaannya. Oleh sebab itu, teori ini memiliki pandangan bahwa regulasi adalah suatu komoditas di mana terdapat penawaran dan permintaan. Komoditas akan dialokasikan kepada para konstituen dengan efektif secara politis dan dengan meyakinkan legislatif memberikan bantuan regulasi kepadanya.
Kebutuhan untuk mencapai tujuan sosial dan adanya kegagalan pasar merupakan bentuk alasan yang digunakan untuk mendukung perlunya regulasi dalam akuntansi keuangan. Tujuan sosial mencakup kewajaran laporan keuangan, keseimbangan informasi yang disajikan (information symmetry), dan perlindungan terhadap para investor. Kegagalan pasar dibedakan menjadi kegagalan secara eksplisit dan kegagalan secara implisit dalam pasar informasi swasta. Kegagalan pasar eksplisit terjadi dalam pasar khusus informasi akuntansi karena kuantitas dan kualitas informasi akuntansi berbeda dari manfaat sosial 6
maksimum yang dapat diperoleh. Dalam hal ini informasi akuntansi dipandang sebagai barang umum dan terkait dengan ketidakmampuan untuk mengeluarkan pihak yang terlibat dalam penjualan informasi (free rider). Teori kegagalan pasar secara implisit menekankan pada satu kondisi atau lebih sehingga terdapat gangguan dalam pasar informasi akuntansi. Kondisi yang dimaksud, yaitu (1) monopoli manajemen dalam menyediakan dan mengendalikan informasi, (2) investor yang naif, (3) adanya functional fixation dalam proses pengambilan keputusan investor, (4) angka-angka akuntansi yang tidak memiliki arti ekonomis, (5) beragamnya prosedur akuntansi, dan (6) tidak adanya objektivitas (Watts dan Zimmerman, 1986).
Leftwich (1980) dalam Watts and Zimmerman (1986) menggunakan earnings market hypotesis (EMH) sebagai dasar untuk membantah keenam alasan yang dianggap sebagai pengganggu dan merupakan penyebab terjadinya kegagalan pasar. Dalam ilmu ekonomi, pasar dianggap gagal apabila kuantitas atau kualitas produk yang diproduksi dalam sebuah pasar yang bebas berbeda dari kuantitas atau kualitas yang optimal bagi masyarakat. Dalam konteks akuntansi, kegagalan pasar terjadi jika informasi diproduksi dalam jumlah di bawah atau di atas jumlah optimal kegagalan pasar secara eksplisit. Dengan menggunakan argumen Leftwich (1980), Watts and Zimmerman (1986) menolak asersi bahwa regulasi diperlukan untuk mengatasi kegagalan pasar. Salah satu argumen ini menyatakan bahwa kegagalan pasar tidak terjadi. Di samping itu, alasan kegagalan pasar secara implisit mengasumsikan bahwa perumus regulasi mengutamakan kepentingan sosial. Watts and
7
Zimmerman (1986) menyatakan bahwa asumsi ini tidak deskriptif tidak sesuai dengan kenyataan dan menyarankan untuk meneliti masalah regulasi dengan asumsi bahwa tiap-tiap perumus regulasi berusaha memaksimumkan kemakmurannya masing-masing. Asumsi ini digunakan pula untuk menjelaskan perilaku manajer, terutama ketika melakukan perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempengaruhi arus kas.
III. PEMBAHASAN
Masalah-masalah Politis yang Berhubungan dengan Akuntansi Keuangan
Pada awalnya akuntansi dianggap sebagai masalah non-politis sama seperti matematika (eksakta) atau ilmu pengetahuan alam lainnya. Pernyataan tersebut selaras dengan definisi akuntansi yang melihat akuntansi dari sisi proses seperti yang disampaikan oleh A Statement of Basic Accounting Theory (ASOBAT) sebagai berikut. Akuntansi sebagai suatu proses identifikasi, pengukuran, dan mengkomunikasikan kejadian ekonomi untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan dan keputusan-keputusan kepada pemakai informasi. Definisi tersebut dikembangkan pada tahun 1941. Pajak merupakan salah satu bidang akuntansi yang dianggap paling relevan dengan pemasalahan yang menyangkut kebijakan umum (public policy) dan perhitungan pajak dilakukan secara teknis, tanpa harus melibatkan pihak akuntan dalam pengambilan keputusan kebijakan pajak (Solomons, 1978).
Sejak pembahasan penetapan standar akuntansi oleh regulator yang secara formal dimulai tahun 1933 di Amerika, kegiatan akuntansi 8
dianggap sudah mengarah pada masalah politis dan angka-angka yang dilaporkan manajemen perusahaan dalam bentuk laporan keuangan berdampak pada perilaku ekonomi. Wolk et. Al. (2001) menyatakan bahwa regulator menyusun standar-standar akuntansi dengan mempertimbangkan secara langsung tiga kondisi, yaitu kondisi ekonomi, kondisi politik, dan teori akuntansi. Pengaruh kondisi-kondisi tersebut menjadikan standar-standar akuntansi yang dihasilkan regulator merupakan suatu konsensus yang digunakan sebagai pedoman praktik-praktik akuntansi dalam suatu negara. Dikatakan konsensus karena standar-standar akuntansi tidak murni turun dari teori, tetapi juga standar-standar disusun dalam suatu kancah politik melalui kesepakatan bersama konsensus. Tidak dapat dihindarkan bahwa kondisi ekonomi dan kondisi politik suatu negara menggeser pengguna informasi dari pemegang saham (shareholder) ke stakeholder. Regulator pada masanya sudah mengantisipasi perkembangan tersebut dan telah juga menuangkannya dalam definisi akuntansi sehingga muncul definisi akuntansi yang berorientasi pada pengguna informasi sebagai berikut. ”Akuntansi adalah kegiatan/fungsi penyediaan jasa. Fungsinya adalah menyediakan informasi kuantitatif tentang unit-unit usaha ekonomik, terutama yang bersifat keuangan, yang diperkirakan bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomik (APB Statement No. 4 : 1970)”.
Regulator yang telah berperan dalam mengatur standar akuntansi di Amerika adalah Committee on Accounting Procedures (CAP), The Accounting Principles Board (APB), dan Financial Accounting Standards Board (FASB). CAP diberdayakan oleh asosiasi akuntan profesional
9
Amerika, yaitu American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) pada tahun 1938 dan dibubarkan tahun 1958, APB didirikan AICPA tahun 1959 dan dibubarkan tahun 1973, dan selanjutnya digantikan oleh FASB sampai sekarang. FASB memiliki tujuan untuk menetapkan dan meningkatkan standar-standar akuntansi keuangan dan pelaporan sebagai panduan dan pendidikan publik di Amerika Serikat. Kriteria decision usefulness mendasari informasi dan perspektif pengukuran pada pelaporan keuangan merupakan salah satu tujuan FASB. Bukti empiris menunjukkan bahwa reaksi pasar melalui perubahan harga sekuritas terhadap informasi akuntansi menunjukkan bahwa investor menganggap bahwa informasi itu berguna (Ball and Brown, 1968). Suatu standar baru dikatakan sukses bila standar tersebut berguna untuk pengambilan keputusan. Meskipun decision usefulness merupakan kriteria yang penting, kriteria tersebut tidak menjamin kesuksesan sebuah standar.
Pembubaran CAP dan APB dikarenakan kedua badan tersebut dianggap telah gagal dalam mengatur standar-standar akuntansi yang digunakan sebagai landasan praktik pada masanya. Kegagalan kedua badan tersebut dapat dipahami karena sebagai badan pengatur standar akuntansi CAP dan APB mendapatkan berbagai tekanan politis dalam hubungannya dengan standar-standar akuntansi yang diterbitkan di samping karena alasan bahwa kedua badan tersebut tidak independen dengan AICPA. FASB sebagai regulator standar akuntansi dari tahun 1973 melanjutkan tugas-tugas badan pengatur sebelumnya. Dalam menetapkan dan memperbarui standar akuntansi dan standar pelaporan,
10
FASB menempatkan penekanan pada due process. Proses tersebut terdiri atas tahap-tahap (Scott, 2000) sebagai berikut.
1. Evaluasi pendahuluan dari masalah-masalah yang berhubungan terhadap standar akuntansi dan standar pelaporan.
2. Pengakuan dalam agenda FASB
3. Pertimbangan awal
4. Resolusi tentatif
5. Pertimbangan lanjutan
6. Resolusi final
7. Review lebih lanjut
Dalam melaksanakan aktivitasnya, FASB dituntun oleh beberapa persepsi yang mencakup objektivitas dalam membuat keputusan, pertimbangan dari pandangan constituents-nya, pengumuman standar hanya ketika keuntungan yang ingin dicapai melebihi biaya yang diduga, implementasi perubahan dalam cara yang meminimalkan gangguan kepada praktik yang ada, dan review dan amandemen (jika perlu) dari keputusan yang telah lalu. Harus diperhatikan bahwa FASB adalah suatu badan yang memiliki peran yang berbeda dengan AICPA. AICPA adalah salah satu badan yang mensponsori dan menyokong standar-standar FASB. FASB juga memandang penting due process untuk mendistilasi kepentingan-kepentingan para pihak yang berusaha memasukkan kepentingannya kepada regulator. Pihak-pihak tersebut antara lain sebagai berikut.
11
Gambar 1
Pihak-pihak yang Mempengaruhi FASB dalam Penyusunan Standar Akuntansi
Financial community
analysts, bankers, etc
Preparers e.g. Financial
Executives Institute
Government
SEC, IRS, other agencies
Industry
associations
CPAs and
accounting firm
AICPA
AcSEC
Academicians
Investing public
FASB
Accounting standards,
Interpretations, and bulletins
Business entities
Sumber: Kieso et. Al. (2005: 14)
Due process yang dilakukan FASB dalam merumuskan standar akuntansi hampir membuat badan tersebut dibubarkan. Selama tahun 1994 terjadi debat tentang akuntansi opsi saham di Amerika dan debat tersebut berubah menjadi perang, di mana FASB berbeda pendapat dengan komunitas bisnis dan kongres (Skousen et. al., 2001). FASB mengalah karena debat tersebut mengancam kelangsungan hidup (going concern) badan tersebut.
Pernyataan publik Amerika selama berlangsungnya debat antara lain sebagai berikut.
12
a. Dunia bisnis Amerika sedang mengalami kemunduran karena prinsip akuntansi. Statemen tersebut disampaikan oleh T.J Rodgers, direktur Cypress Semiconductor.
b. Proposal opsi saham yang disampaikan FASB berbahaya bagi perusahaan-perusahaan di negara kita, khususnya pemulihan ekonomi California. Jika kita hendak mengesahkan standar akuntansi, saya tidak akan mundur dari pertarungan tersebut. Statement ini disampaikan oleh Senator Boxer dari California.
Yang menjadi sumber permasahan yaitu nilai wajar dari opsi saham yang diberikan kepada karyawan dalam arti luas yang diperhitungkan dan diakui sebagai bagian dari biaya kompensasi. Publik Amerika tidak menginginkan perlakuan akuntansi tersebut. Secara teori akuntansi, permasahan tersebut memunculkan pertanyaan, yaitu jika opsi bukan bentuk kompensasi, apakah opsi itu? Jika kompensasi bukan biaya, apakah kompensasi itu? Jika biaya tidak dicantumkan dalam rugi laba, ke manakah seharusnya biaya tersebut dicantumkan? Terdapat dua metode dalam menghitung nilai opsi saham yang menjadi polemik sebagai berikut.
a. Metode nilai intrinsik. Metode ini mengakui biaya kompensasi sebesar selisih harga pelaksanaan dengan harga pasar pada tanggal pelaksanaan digunakan untuk menghitung biaya kompensasi.
b. Metode nilai wajar. Metode ini menggunakan nilai wajar saham untuk menghitung besarnya biaya kompensasi yang diberikan.
13
Dengan mengesampingkan teori yang ada, hampir seluruh perusahaan di Amerika menentang usaha FASB untuk mengakui opsi saham sebagai bagian dari biaya kompensasi. Alasannya sederhana, yaitu pengakuan opsi saham ke dalam biaya kompensasi mengurangi pendapatan dalam laporan laba rugi.
Karena ditentang keras, FASB dengan terpaksa menerima perlakuan opsi saham berikut ini.
a. Perusahaan boleh tetap menggunakan metode nilai intrinsik seperti yang ditetapkan oleh APB Opinion No. 25. Jadi, kebanyakan tidak terdapat biaya opsi saham yang diakui sebagai biaya kompensasi.
b. Perusahaan dapat menerapkan metode nilai wajar walaupun tidak wajib untuk opsi saham karyawan. Metode nilai wajar menimbulkan adanya pengakuan biaya kompensasi pada semua opsi saham untuk karyawan.
c. Semua perusahaan, baik yang menggunakan metode nilai intrinsik maupun nilai wajar harus mengungkapkan perincian opsi saham yang beredar, seperti tanggal jatuh tempo, harga pelaksanaan, nilai wajar opsi, dan sebagainya.
d. Perusahaan yang menggunakan metode nilai intrinsik harus mengungkapkan laba bersih mereka jika menggunakan nilai wajar.
Contoh lain produk regulasi yang dilakukan FASB, yaitu SFAS No. 8, Accounting for the Translation of Foreign Currency Translation and 14
Foreign Currency Financial Statement, yang mulai diberlakukan pada Oktober 1975. Di bawah metode translasi dengan metode temporal, untuk tujuan konsolidasi, aset dan utang moneter anak perusahaan di luar negeri harus diubah dalam suatu nilai pertukaran saat itu sesuai dengan tanggal neracanya. Menurut prinsip-prinsip akuntansi berterima umum GAAP aset-aset yang dimiliki oleh suatu perusahaan dinilai dan dibukukan sebesar nilai kos. Di bawah metode temporal, nilai tersebut harus diubah dalam nilai kini (current rate) saat aset tersebut dibeli. Pengakuan terhadap keuntungan dan kerugian pertukaran harus pula disajikan dalam laporan laba-rugi.
Untuk perusahaan yang sebelumnya menggunakan klasifikasi aset-aset lancar (current assets) atau aset-aset tidak lancar (non-current assets) pada laporan posisi keuangannya maka perubahan penting untuk mendapatkan perhatian adalah nilai persediaan dan utang jangka panjang. Persediaan merupakan bagian aktiva lancar yang sebelumnya dinilai pada nilai kini pada saat terjadinya, sekarang ini harus dinilai pada nilai historis. Utang jangka panjang yang merupakan utang tidak lancar, sebelumnya dinilai pada nilai historis sekarang harus dinilai pada nilai saat kini karena utang ini merupakan akun moneter. Penyesuaian terhadap laporan laba rugi juga harus dilakukan terkait dengan adanya laba yang belum diakui dari suatu pertukaran yang akan menambah laba yang dilaporkan dalam hubungannya dengan adanya anak perusahaan yang melakukan operasinya di negara lain. SFAS No. 8 menuai kritik karena
15
mengakibatkan perubahan yang besar pada laporan keuangan. Pada Desember 1981 FASB menerbitkan SFAS No. 52.
Kasus menarik di Indonesia terjadi saat krisis moneter yang menimpa Asia mulai Agustus 1997. Krisis tersebut mengakibatkan kerugian besar secara akuntansi, terutama terjadi pada perusahaan-perusahaan yang mengandalkan impor baik untuk bahan baku, barang setengah jadi, maupun barang jadi. Secara sederhana, kerugian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. (1) Perusahaan manufaktur membeli bahan baku/ barang setengah jadi dalam mata uang dolar US$. Nilai tukar dolar pada saat itu mengalami peningkatan dengan sangat tajam sehingga kos produksi perusahaan tersebut menjadi tinggi jika diukur dalam rupiah. Jika hasil produksi mereka untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, maka harga jual produk yang dihasilkan juga mengalami peningkatan yang sebanding dengan peningkatan kos produksi dan harga tersebut tidak terjangkau oleh sebagaian besar masyarakat Indonesia. (2) Tidak jauh berbeda dengan perusahaan manufaktur, perusahaan dagang yang melakukan impor barang dagangan akan membayar dalam dolar, sehingga harga pokok penjualan barang tersebut juga mengalami peningkatan. Mereka juga mengalami kendala penjualan karena harga jual pruduknya meningkat dengan tajam. (3) Utang dagang dan utang investasi luar negeri mengalami peningkatan. Secara akuntansi nilai utang tersebut harus disesuaikan dengan nilai tukar kurs pada tanggal neraca. Kondisi tersebut diperburuk lagi dengan langkanya dolar di pasaran pasar uang. Pada masa krisis, pernyataan standar akuntansi keuangan
16
(PSAK 10) yang mengatur transaksi dalam mata uang asing secara umum menyatakan bahwa keuntungan dan kerugian yang diakibatkan oleh selisih kurs harus diakui pada periode berjalan atau periode terjadinya matching. Standar tersebut dominan didasarkan pada pertimbangan teori. Ditinjau dari sisi teori keagenan (Jensen and Meckling, 1976) dan hipotesis program bonus (Watt and Zimmerman, 1986) kerugian yang dialami perusahaan menjadikan mereka tidak membayar pajak dalam jangka waktu yang relatif panjang dan manajemen terancam tidak mendapatkan bonus. Kondisi krisis yang terjadi pada saat itu berpengaruh sangat luas pada kondisi ekonomi, kondisi politik, dan teori akuntansi (Wolk et. al. 2001). APBN pemerintah Indonesia terganggu karena salah satu sumber penerimaan negara adalah pajak sehingga pemerintah memandang penting untuk mengambil suatu kebijakan moneter. Demikian juga Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) krisis menyebabkan pasar sekuritas terganggu dan harga pasar saham merosot dengan tajam karena para investor berlomba-lomba menjual saham yang mereka miliki dan berebut membeli dolar. Mekanisme hubungan antara harga dolar dengan harga pasar saham dapat dijelaskan pada penjelasan berikut.
Krisis moneter yang terjadi ini dimulai dari penurunan nilai mata uang negara-negara Asia tersebut relatif terhadap dolar Amerika. Penurunan nilai mata uang ini disebabkan oleh spekulasi dari para pedagang valas, kurang percayanya masyarakat terhadap nilai mata uang negaranya sendiri, dan yang tidak kalah pentingnya adalah kurang kuatnya fondasi perekonomian. Gambaran tersebut 17
mempunyai tendensi bahwa meningkatnya kurs US$ terhadap rupiah akan menyebabkan para investor lebih memilih membeli dolar dibandingkan dengan menanamkan dana yang dimilikinya dalam bentuk saham.
Gambar 2a
Pergeseran dalam Permintaan
P
P1
P2
Titik keseimbangan
S
Harga Saham
Harga Saham
D
D2
S
D1
Q1
Q2
Kuantitas Saham
Q
Kuantitas Saham
Dalam gambar 2a ditunjukkan bahwa keseimbangan harga saham awalnya terjadi pada perpotongan kurva permintaan dan penawaran serta meningkatnya nilai kurs dolar dengan asumsi kondisi yang lain tetap konstan maka investor cenderung untuk membeli dolar karena lebih menjanjikan. Kondisi tersebut cenderung menyebabkan permintaan agregat terhadap saham akan menurun sehingga terjadi pergeseran kurva permintaan dari D1 ke D2. Pasar bergerak pada perpotongan baru dari penawaran dan permintaan. Harga keseimbangan menurun dari P1 ke P2 dan jumlah keseimbangan menurun dari Q1 ke Q2. Tidak tertutup kemungkinan terjadi kondisi yang sebaliknya.
Gambar 2b
18
Pergeseran dalam Penawaran
Harga Saham
Harga Saham
D
S2
S1
S
P1
P2
Titik keseimbangan
P
D
Q2
Q1
Kuantitas Saham
Q
Kuantitas Saham
Dalam gambar 2b ditunjukkan bahwa peningkatan nilai rupiah terhadap dolar Amerika dengan asumsi kondisi tetap konstan akan menggairahkan kembali perdagangan saham di pasar modal karena perlahan-lahan para investor akan melepaskan dolar yang dimilikinya dan menggantinya dengan saham. Para investor yang awalnya menahan saham yang dimikilinya mulai melepaskan saham-sahamnya sehingga akan menyebabkan pergeseran kurva penawaran dari S1 ke S2 . Pasar bergerak ke pemotongan baru dari penawaran Q1 ke Q2 serta permintaan dan harga keseimbangan akan menurun dari P1 ke P2.
Untuk menyelamatkan pasar sekuritas, akhirnya Bapepam melakukan konsultasi dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai badan regulator atau Dewan Standar untuk mengatasi permasalahan krisis yang berdampak sangat luas tersebut. Sebagai hasil konsultasi, pada akhirnya IAI mengeluarkan pernyataan terkait dengan rugi selisih kurs yang disebabkan oleh suatu kondisi yang luar biasa
19
(krisis) secara umum sebagai berikut. ”Rugi selisih kurs bisa dikapitalisasi dapat juga dibebankan pada periode terjadinya”. Pernyataan IAI tersebut berdampak pada laporan keuangan perusahaan. Perusahaan yang pada awalnya mengalami kerugian menggunakan pernyataan IAI sebelum adanya pernyataan baru menjadi memperoleh keuntungan karena mereka mengkapitalisasi kerugian selisih kurs yang dialaminya dan mengambil kebijakan pembebanan dalam setiap tahun. Keuntungan adalah objek pajak sehingga mereka jadi membayar pajak, khususnya pajak penghasilan. Mereka juga jadi membayar bonus karena adanya kontrak keagenan.
Perubahan pernyataan standar akuntansi keuangan dalam hubungannya dengan transaksi dalam mata uang asing memberikan pengaruh pada pihak berikut. (1) Perusahaan, yaitu pajak dan bonus yang ditanggung perusahaan pada masa krisis menyebabkan likuiditas perusahaan menjadi semakin sulit. Di samping itu, aset perusahaan di neraca meningkat dalam jumlah yang sangat material, khususnya pada pos aktiva lain-lain dalam bentuk rugi selisih kurs yang pembebanannya ditangguhkan membengkak. (2) Pemakai informasi, yaitu informasi keuangan yang dihasilkan pada era tersebut dapat menyesatkan para pemakai informasi karena yang terjadi adalah perusahaan secara akuntansi memperoleh keuntungan, namun di sisi yang lain perusahaan mengalami kesulitan likuiditas. (3) Teori akuntansi, justifikasi terhadap teori akuntansi khususnya prinsip penandingan (matching) dengan mengizinkan perusahaan melakukan kapitalisasi rugi menyimpang 20
dari prinsip penandingan itu sendiri dan memperluas prinsip akrual sehingga membuka peluang pada manajemen untuk melakukan manajemen laba. Perubahan penyataan standar akuntansi memberikan kesan bahwa standar dengan mudah dapat diubah untuk tujuan tertentu (tidak konsisten).
V. SIMPULAN
Proses penetapan standar tampak paling konsisten dengan teori kepentingan kelompok dari regulasi. Tentunya secara teknis, bahkan teoretis, kebenaran adalah tidak cukup untuk menjamin kesuksesan suatu standar. Banyak pula kondisi yang terkait dengan penetapan standar yang dapat mengancam keberadaan badan penetap standar itu sendiri.
Perkembangan bisnis dan kondisi ekonomi secara umum memberikan kontribusi yang sangat kuat kepada regulator untuk menciptakan, menyempurnakan, dan memperbarui standar akuntansi yang berlaku di suatu negara. Perkembangan bisnis dan kondisi ekonomi ini juga memberikan kontribusi pada kondisi politik yang berdampak langsung pada dewan standar untuk mengambil kebijakan tertentu yang berhubungan dengan standar akuntansi tertentu untuk kepentingan-kepentingan yang lebih luas.
Kondisi ekonomi dan kondisi politik juga memberikan kontribusi pada teori. Beberapa standar akuntansi yang dominan diturunkan dari teori oleh dewan standar, ternyata mengalami kegagalan dalam bentuk tidak diterima oleh komunitas bisnis dan
21
para politisi karena tidak sejalan atau bertentangan dengan tujuan politis tiap-tiap pihak.
Kontribusi kondisi ekonomi dan politik pada sandar akuntansi menjadikan standar akuntansi merupakan suatu konsensus yang harus ditaati oleh para praktisi akuntansi pada saat tertentu.
Ditinjau dari sisi perkembangan dewan standar sebagai badan yang memiliki kewenangan dalam mengatur standar akuntansi tampak bahwa lembaga tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang baik untuk dapat menjaga indepensinya dalam menciptakan standar-standar akuntansi didasarkan pada teori yang kuat. Sejarah menunjukkan bahwa badan ini dengan mudahnya dibubarkan dan diganti dengan yang baru. Berdasarkan kondisi tersebut saran yang dapat diajukan sebagai berikut.
a. Dipikirkan bentuk hukum badan pengatur standar yang memiliki kekuatan hukum yang memadai dan yang sepadan dengan tugasnya untuk melindungi publik dari penyelewengan informasi yang dibutuhkan.
b. Sangatlah tepat jika dewan standar memiliki sifat independen dan berpegang teguh pada teori-teori yang mendukung terciptanya suatu standar sehingga dapat terhindar dari adanya standar overload.
DAFTAR PUSTAKA
Accounting Principles Board. 1971. Basic Concepts and Accounting Principles Underlying Financial Statements of Business Enterprises. AICPA. 22
Ball, R.; P., Brown. 1968. “An Empirical Evaluation of Accounting Income Numbers”. Journal of Accounting Research 6. Autumn. pp. 159 - 178.
Baridwan, Z. 2000. ”Perkembangan Teori dan Penelitian Akuntansi”. Jurnal Eonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 15. No. 4.
Belkaoui, A. R. 2007. Teori Akuntansi. Edisi Bahasa Inggris. Jakarta: Salemba Empat.
Financial Accounting Standard Board. 1980. Statement of Financial Accounting Concepts No. 2. Qualitative Characteristics of Accounting Information.
.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan. PSAK 10.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan. PSAK 53.
Jensen, M.C.; W.H., Meckling. 1976. “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics. Vol. 3. No. 4.
Kieso, D.E; J.J., Weygandt; T.D. Warfileld. 2005. Intermediate Accounting. Eleventh Edition. John Wiley and Sons, Inc.
Machfoedz, M. 1999. Akuntansi Keuangan Menengah. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE.
Mankiw, G. 1999. Macro Economics. New York. NY 10010. USA
Paton, W. A.; A. C., Littleton. 1940. An Introduction to Corporate Accounting Standards. American Accounting Association.
Scott, W. R. 2000. Financial Accounting Theory. Second Edition. Scarborough. Ontario: Prentice Hall Canada Inc.
Skousen, K.F.; E.K., Stice.; J.D., Stice 2001. Akuntansi Keuangan Menengah. Edisi Bahasa Inggris. Jakarta: Dian Mas Cemerlang.
Solomons, David. 1978. “The Politization of Accounting”. Journal of Accountancy. November. pp. 65—75.
Watts, R. L,; J. L., Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Englewood Cliffs, New Jersey 07632: Prentice-Hall International Inc.
23
Wolk.; Tearney,; Dodd. 2001. Accounting Theory: A Conceptual and Institusional Approach. USA: South Western College Publishing.
24

Sejarah Perkembangan Akuntansi di indonesia

Sejarah Perkembangan Akuntansi
Setiap terjadi suatu peristiwa, orang selalu saja bertanya,
awalnya bagaimana? Atau seseorang akan berkata ceritanya
bagaimana? Begitu juga halnya Akuntansi sering orang bertanya
bagaimana sejarah dari akuntansi itu.
Akuntansi sebenarnya sudah ada sejak manusia itu mulai
bisa menghitung dan membuat suatu catatan, yang pada awalnya
dulu itu dengan menggunakan batu, kayu, bahkan daun menurut
tingkat kebudayaan manusia waktu itu.
Pada abad XV terjadilah perkembangan dan perluasan
perdagangan oleh pedagang-pedagang Venesia. Perkembangan
perdagangan ini menyebabkan orang waktu itu memerlukan suatu
system pencatatan yang lebih baik, sehingga dengan demikian
akuntansi juga mulai berkembang.
Setelah itu perkembangan akuntansi juga ditandai dengan
adanya seorang yang bernama Lucas Pacioli pada tahun 1494, ahli
matematika mengarang sebuah buku yang berjudul
Summa de Aritmatica, Geometrica, Proportioni et Propotionalita,
di mana dalam suatu bab berjudul Tractatus de Computies et
Scriptoris yang memperkenalkan dan mengajarkan sistem
pembukuan berpasangan yang disebut juga dengan sistem
kontinental.
Sistem berpasangan adalah sistem pencatatan semua
transaksi ke dalam dua bagian, yaitu debet dan kredit. Kemudian
kedua bagian ini diatur sedemikian rupa sehingga selalu seimbang.
Cara seperti ini menghasilkan pembukuan yang sistematis dan
laporan keuangan yang terpadu, karena perusahaan mendapatkan
gambaran tentang laba rugi usaha, kekayaan perusahaan serta hak
pemilik.
Pertengan abad ke 18 terjadi revolusi industri di Inggris yang
mendorong pula perkembangan akuntansi, di mana waktu itu para
manajer pabrik misalnya, ingin mengetahui biaya produksinya.
Prepared by Ridwan Iskandar Sudayat, SE.
Sebab dengan mengetahui berapa besar biaya produksi
mereka dapat mengawasi efektifitas proses produksi dan
menetapkan harga jual. Sejalan dengan itu berkembanglah
akuntansi dengan bidang khusus yaitu akuntansi biaya.
Akuntansi biaya memfokuskan diri pada pencatatan biaya
produksi dan penyediaan informasi bagi manajemen. Bagaimana
perkembangan akuntansi di Indonesia?
Akuntansi di Indonesia pada awalnya menganut sistem
kontinental, seperti yang dipakai di Belanda saat itu. Sistem ini
disebut juga dengan tata buku yang sebenarnya tidaklah sama
dengan akuntansi, di mana tata buku menyangkut kegiatankegiatan
yang bersifat konstruktif dari proses pencatatan,
peringkasan, penggolongan dan aktivitas lain yang bertujuan
menciptakan informasi akuntansi berdasarkan pada data.
Sedangkan akuntansi menyangkut kegiatan-kegiatan yang bersifat
konstruktif dan analitikal seperti kegiatan analisis dan interpretasi
berdasarkan informasi akuntansi. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pembukuan merupakan bagian dari akuntansi.
Perkembangan selanjutnya tata buku sudah mulai
ditinggalkan orang. Di Indonesia perusahaan atau orang semakin
banyak menerapkan sistem akuntansi Anglo Saxon.
Berkembangnya sistem akuntansi Anglo Saxon di Indonesia
disebabkan adanya penanaman modal asing di Indonesia yang
membawa dampak positif terhadap perkembangan akuntansi,
karena sebagian besar penanaman modal asing menggunakan
sistem akuntansi Amerika Serikat (Anglo Saxon). Penyebab lain
sebagian besar mereka yang berperan dalam kegiatan
perkembangan akuntansi menyelesaikan pendidikannya di
Amerika, kemudian menerapkan ilmu akuntansi itu di Indonesia.
Saat ini sistem Anglo Saxon semakin populer di Indonesia
baik dalam pendidikan akuntansi maupun dalam praktek dunia
bisnis.

MAKALAH ECONOMIC VALUE ADDED

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi nasional didukung tersedianya kesempatan berusaha yang cukup terbuka sehingga mengakibatkan tumbuh dan berkembangnya dunia usaha di berbagai sektor. Memerlukan Keberadaan perusahaan, baik perusahaan negara maupun perusahaan swasta semakin memegang peran penting dalam pembangunan ekonomi, perusahaan dalam menjalankan kegiatannya akan selalu diarahkan pada pencapaian tujuan tersebut, perusahaan memerlukan suatu strategi yang tepat yang kemudian akan menjadi prestasi bagi pihak manajemen apabila tujuan tersebut dapat dicapai, dan prestasi itu ditunjukan dengan kinerja perusahaan.

Analisis keuangan sangat bergantung pada informasi yang diberikan oleh laporan keuangan perusahaan. laporan keuangan perusahaan merupakan informasi yang penting selain informasi lainnya dengan megukur kinerja keuangan. Penilaian kinerja merupakan suatu kebutuhan dan keharusan bagi organisasi/perusahaan. pengukuran kinerja tersebut digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan dan juga untuk mengevaluasi kelemahannya.

Untuk mengukur kinerja perusahaan, investor biasanya melihat inerja yang tercermin dari berbagai macam rasio keuangan. Kelebihan dari analisis rasio keuangan adalah dapat dilakukan perbandingan kinerja dan kondisi keuangan secara tepat. Adapun kelemahan dari alat analisis ini diantaranya yaitu alat analisis ini belum dapat memuaskan pihak manajemen, khususnya bagi para penyandang dana. Selama ini pengukuran kerja manajerial jarang menggunakan pendekatan perhitungan nilai tambah terhadap biaya modal yang ditanamkan. Dengan keterbatasan rasio itulah maka muncul konsep/pendekatan yang dinamakan Economic Value Added (EVA) yang di Indonesia lebih dikenal dengan istilah konsep nilai tambah ekonomi (NITAMI). EVA dilandasi oleh konsep bahwa dalam pengukuran laba suatu perusahaan harus dengan dalil mempertimbangkan harapan sistem penyedia dana (Kreditur, pemegang saham), dan karyawan serta manajer.

Tujuan perusahaan hanya untuk menghasilkan laba yang sebesar-besarnya sudah kurang relevandimasa sekarang karena tanggung jawab perusahaan tidak hanya untuk para pemilik saja. Pada perusahaan publik nilai perusahaan dikaitkan dengan nilai saham yang beredar di pasar, penetapan tujuan yang benar akan berpengaruh pada proses penilaian kinerja nantinya, karena kesalahan pengukuran kinerja akan mengakibatkan kesalahan dalam memberi imbalan atas prestasi yang ada.
PT. Aneka Tambang, Tbk, merupakan gabungan dari tujuh perusahaan. pada awalnya PT. Aneka Tambang, Tbk, merupakan perusahaan negara yang kemudian berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT). pada sisi financial perusahaan memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Pada tahun 2005 pergerakan saham PT. Antam, Tbk, memcatat kenaikan yang cukup signifikan sebesar 107 %. Posisi ini merupakan pencapaian harga tertinggi sepanjang pencatatan saham PT. Antam, Tbk, di BEJ seiring dengan keterkaitan investor terhadap Antam. Nilai harian rata-rata perdagangan PT. Antam, Tbk, tercatat meningkat.

Berdasarkan uraian di atas, kami mengangkat judul “ PENERAPAN ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) UNTUK MELIHAT KINERJA PT. ANTAM, Tbk”.

1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah keadaan kinerja PT. Antam, Tbk, diukur dengan pendekatan Economic Value Added (EVA) ?

1.3.Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk megetahui keadaan kinerja PT. Aneka Tambang, Tbk, diukr dengan pendekatan Economic Value Added.

1.4.Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat sebagai berikut :
1.Penelitian ini menambah pengetahuan dan memberikan infor masi mengenai nilai EVA PT. Aneka Tambang, Tbk.
2.Penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan berupa alternatif penilaian kinerja kepada pihak PT. Aneka Tambang, Tbk.
3.Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi teman mahasiswa lain yang tertarik melakukan penelitian yang serupa.

1.5.Ruang Lingkup Penelitian
Guna lebih terarahnya penelitian ini, maka ruang lingkup pembahasannya adalah menyangkut perhitungan nilai Economic Value Added (EVA) yang dilihat dari laporan keuang PT. Aneka Tambang, Tbk, untuk periode thun 2005 sampai dengan periode 2007.






BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1.Economic Value Added
2.1.1.Pengertian Economic Value Added
EVA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1993 oleh suatu perusahaan konsultan manajemen yaitu Stern Steward & Co, dan telah diadopsi oleh lebih dari 300 klien perusahaan konsultan manajemen tersebut termasuk perusahaan-perusahaan multinasional seperti coca-cola dan simens.
Berbeda dengan pengukuran kinerja akuntansi yang tradisional, EVA mencoba mengukur nilai tambah yang dihasilkan suatu perusahaan dengan cara mengurangi beban biaya modal yang timbul sebagai akibat investasi yang dilakukan.

Young & Stephen F. O’Byrne (2001:5) mengemukakan bahwa : “EVA mengukur perbedaan, dalam pengertian keuangan antara pengembalian atas modal perusahaan dan biaya modal”. EVA mampu menghitung laba ekonomi yang sebenarnya atau True Economic Profit suatu perusahaan pada tahun tertentu dan sangat berbeda jika dibandingkan dengan laba akuntansi.
Dierks dan Patel (1997) pada artikel Kusnan (2007) menjabarkan : EVA sebagai suatu bentuk pengukuran kinerja keuangan dengan mengkombinasikan antara konsep umum pendapatan bersih dengan prinsip-prinsip yang ada pada keuangan modern dimana secara khusus menyatakan bahwa seluruh modal menghasilkan biaya dan pendapatan yang melebihi biaya modal (cost of capital) akan menciptakan nilai bagi pemegang saham.

Artikel dari Siddharta Utama (1997) memberikan rumusan EVA secara sederhana dan digambarkan sebagai berikut :
EVA = Laba bersih setelah pajak – Biaya modal atas ekuitas
berdasarkan rumusan di atas, EVA ditentukan atas 2 hal, yaitu sebagai berikut:
1.Laba bersih yang menggambarkan hasil penciptaan nilai di dalam perusahaan.
2.Tingkat biaya modal atas ekuitas.

Siddharta Utama (1997) mengemukakan bahwa : “EVA merupakan suatu alt analisis finansial untuk menilai tingkat profitabilitas yang realistis dari operasi perusahaan dan juga mempertimbangkan dengan adil harapan para penyandang dana melalui perhitungan biaya modal tertimbang dari struktur modal perusahaan.

Suad Husnan dan Padjiastuty (2004:66) mengatakan “EVA menunjukan ukuran yang baik sejauh mana perusahaan telah menambah nilai terhadap para pemilik perusahaan”.
Dari definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.EVA merupakan tujuan untuk meningkatkan nilai (value) dari modal (capital) yang investor atau pemegang saham telah tanamkan dalam operasi usaha. EVA merupakan selisih dari laba operasi bersih setelah pajak (Net Operating Profit After Tax/NOPAT) dikurangi dengan biaya modal (cost of capital)
2.Biaya modal perusahaan merupakan biaya tertimbang modal (Weighted Averaga Cost of Capital) untuk utang dan ekuitas yang digunakan oleh perusahaan.
3.Apabila perusahaan memiliki EVA yang positif, maka dapat dikatakan bahwa manajemen dan perusahaan tersebut telah menciptkan nilai (creating value). Sebaliknya, apabila nilai EVA negatif, dinamakan Destroying Value.
4.Biaya modal dan ekuitas dapat juga diartikan sebagai pengorbanan yang dikeluarkan dalam penciptaan nilai tersebut.

Adapun definisi dari komponen yang menunjang hasil EVA dalam artikel Mike Rousana (1997), yaitu :
1.Net Operating profit After Tax (NOPAT), yaitu laba operasi setelah pajak. Laba operasi setelah pajak ini merupakan penyesuaian dari laba setelah pajak. Besar laba operasi setelah pajak ini tidak memberikan dampak dari profitabilitas ataupun resiko dari bisnis yang sekarang. Dengan kata lain, baik perusahaan tersebut dibiayai dengan hutang maupun dengan modal sendiri nilai NOPAT-nya akan identik.
2.Untuk mendapatkan hasil Invested Capital menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan operating dan pendekatan financing. Sedangkan pengertian dari Invested capital yaitu jumlah seluruh pinjaman jangka pendek tanpa bunga 9non-interest bearing leabilities).
3.Weighted Averaga Cost of Capital (WACC) adalah jumlah biaya dari masing-masing komponen modal, misalnya pinjaman jangka pendek dan pinjaman jangka panjang (cost of debt) serta setoran modal saham (cost of equity) yang diberikan bobot sesui dengan proporsinya dalam struktur modal perusahaan.
4.Capital Cost/Charge adalah aliran kas yang dibutuhkan untuk para investor atas resiko usaha dari modal yang ditanamkan.

2.1.2.Manfaat Economic value added
Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan dalam menggunakan EVA sebagai alat ukur kinerja dan nilai tambah perusahaan. Menurut Tunggal (2001) dalam jurnal Iramani (2005:3). Bebrapa mafaat EVA dalam mengukur kinerja perusahaan antara lain :
1.EVA merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan ukuran nilai baik berupa perbandingan dengan menggunakan perusahaan sejenis atau menganalisis kecenderungan.
2.Hasil perhitungan EVA mendorong mengalokasikan dana perusahaan untuk investasi dengan biaya modal yang rendah.
Adapun kutipan manfaat EVA dalam artikel Siddharta Utama (1997) “…EVA menyebabkan penilaian kinerja manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham, yaitu memaksimumkan nilai perusahaan serta menungkatkan kesejahteraan pemegang saham dengan memilih investasi yang mengoptimalkan tingkat pengembalian dan meminimkan tingkat biaya modal. EVA menyebabkan perusahaan lebih memperhatikan kebijaksanaan struktur modal, karena EVA secara eksplisit memperhitungkan biaya modal atas equitas; dan EVA dapat digunakan untuk megidentifikasi kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian yang lebih tinggi dari biaya modalnya, karena para manajer selalu membandingkat tingkat pengembalian proyek dengan tingkat biaya modal yang mencerminkan tingkat resiko proyek tersebut…”

Disamping manfaat-manfaat tersebut dalam artikel Teuku Mirza (1997), EVA juga memiliki keunggukan sebagai berikut :
1.EVA memfokuskan penilaiannya pada nilai tambah dengan memperhitungkan biaya modal sebagai konsekuensi investasi.
2.Perhitungan EVA relatif mudah dilakukan, hanya dengan menjadi persoalan adalah perhitungan biaya modal yang memerlukan data yang lebih banyak dan memerlukan analisa mendalam.
3.EVA dapat digunakan secara mendiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data lain, sebagaimana konsep penilaian dengan menggunakan analisa rasio, karena dalam praktiknya data pembanding ini sering kali tidak tersedia.
2.1.3.Kelemahan Economic Value Added
Disamping kelebihan yang dimiliki, EVA juga ternyata mempunyai kelemahan-kelemahan seperti yang dikemukakan oleh Faisal Abdullah (2003:143) :
1.Secara konseptual, EVA memang lebih unggul dari pada pengukur tradisional akuntansi, namun secara praktis belum tentu dapat diterapkan dengan mudah.
2.EVA adalah alat ukur semata dan tidak bisa berfungsi sebagai cara untuk mencapaisasaran perusahaan sehingga diperlukan suatu cara bisnis tertenru untuk mencapai sasaran perusahaan.
3.EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada satu tahun tertentu.
4.Masih mengandung unsur keberuntungan (tinggi rendahnya EVA dapat dipengaruhi oleh gejolak di pasar modal).
Selain itu EVA dianggap dipandang bukanlah tolok ukur kinerja keuangan perusahaan dan kurang memperhatikan aspek non-keuangan sehingga tidak komprehensif. EVA juga hanya mengukur nilai akhir (outcome) dan tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentunya.

2.1.4.Langkah-langkah dalam Menghitung EVA
Pendekatan EVA adalah pendekatan arus kas, sehingga perlu dilakukan penyesuaian terhadap laporan keuangan yang disusun berdasarkan Satandar Akuntansi Keuangan, guna menghilangkan distorsi akuntansi dan distorsi keuangan. Rumusan EVA menurut Steward dalam website www.eva.com :
EVA = NOPAT – (WACC * CAPITAL
Dimana :
NOPAT : Laba operasi setelah pajak (Net Operating Profit After Tax)
WACC : Biaya equitas rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital)
CAPITAL : Jumlah dana yang tersedia untuk membiayai operasional perusahaan terdiri atas hutang dan ekuitas.

Beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam menghitung EVA adalah sebagai berikut :
1.Menghitung Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
NOPAT berarti Laba Bersih Operasional Setelah Pajak. NOPAT merupakan total laba yang akan dibagi kepada para investor, NOPAT berasal dari jumlah selish penghasilan dan beban bunga, laba/rugi lain-lain yang terkait deng operasional perusahaan, juga beban pajak penghasilan. NOPAT dapat dihitung dengan perspektif operating, perspektif ini mendefinisikan NOPAT sebagai salea minus operating minus taxes. Sedangkan formula dari perhitungan NOPAT dapat dilihat sebagai berikut ;
NOPAT = EBIT (1 – Tarif Pajak Penghasilan)
Sumber: Suad Husnan
2.Menghitung biaya hutang (Cost of Debt)
Biaya hutang adalh tingkat pengembakian yang diharapkan karena adanya resiko kredit, yaitu resiko perusahaan dalam memenuhi kewajiban pembayaran bunga dan pokok hutang.
Menurut Suad Husnan (2004) : “Biaya hutang menunjukan berapa biaya yang harus ditanggung perusahaan karena perusahaan menggunakan dana yang berasal dari pinjaman”.
Biaya modal hutang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

K*d = Kd (1 – t)
Dimana :
K*d = Biaya hutang setelah pajak
Kd = Biaya hutang sebelum pajak
t = Tarif pajak penghasilan

3.Menghitung biaya modal saham
a.Biaya saham preferan
Pemegang saham preferen mempunyai hak untuk didahulukan sebelum memegang saham biasa. Saham preferen merupakam saham campuran antara hutang jangka panjang dengan saham biasa, saham preferen mengharuskan perusahaan membayar deviden dalam jumlah tetap, tanpa melihat apakah perusahaan mengalami kerugian atau mengalami keuntungan. Tetapi tidak seperti hutang, karena kegagalan untuk membayar deviden saham preferen tidak mengakibatkan pembubran perusahaan.
Biaya saham preferen (Kps) dapat dihitung dengan membagi deviden saham biasa (Dp) perlembar saham dengan harga pasarnya (Pn) pada saat kini.

b.Biaya saham biasa
Biaya ini lebih dikenal dengan nama biaya modal sendiri. Biaya modal sendiri menunjukan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh pemilik modal sendiri sewaktu mereka bersedia menyerahkan dana tersebut ke perusahaan. jumlah deviden yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa adalah tidak tetap, tergantung besar kecilnya laba yang diperoleh perusahaan. rumus perhitungan biaya modal saham biasa (Mulyadi, 2001:331)

Sedangkan t = (1 – Deviden Payout) x ROE
Dimana :
K = biaya modal saham biasa
D = Deviden per lembar saham
p = Harga pasar perlembar saham
t = Tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata
4.Menghitung WACC (Weighted Average Cost of Capital) atau Struktur Modal
Konsep biaya modal perusahaan secara keseluruhan bermanfaat dalam kaitannya dengan penilaian usulan investasi jangka panjang. Dalam Capital Baudgeting tidak hanya melihat modal yang dipergunakan nanti, tetapi juga pertimbangan setiap komponen modal rata-rata tertimbang (WACC) dapat dilakukan setelah tingkat hasil pengembalian pasar yang di harapkan atas hutang dan modal perusahaan telah dihitung terlebih dahulu.
Menurut Mulyadi (2001:332) : “Biaya modal rata-rata dihitung dengan berbagai modal khusus dengan menggunakan angka penimbang sebesar proporsi tiap-tiap sumber pembelanjaan dalam total investasi yang akan dilakukan” yang apabila dikonversikan ke dalam rumus sebagai berikut seperti menurut Saiful Ruky dalam skripsi Wawan hartono (2004:46) :
WACC = wdkd (1 – t) + weke
kd = Biaya modal dihitung setelah pajak
wd = Proporsi Hutang
ke = Biaya modal ekuitas
we = Proprosi ekuitas
t = Tarif pajak
5.Menghitung Invested capital
Dalam buku Young & O’Byrne, (2001:49) diketahui bahwa “Capital Charge = (Invested Capital * Cost of Capital)”, yang dimaksud dengan Invested Capital di sini adalah :
Inveted Capital = Axcess Cash + WCR + Fixed Assets = Total Assets – Short term, non interest-bearing liabilities = Short term debt + long term debt + Other long term liabilities + shareholder equity.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1Gambaran Umum Perusahaan
3.1.1Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Aneka Tambang sebagai perusahaan terkemuka yang memproses tambang dan mineral, berdiri pada tanggal 5 Juli 1968 sebagai Perusahaan Negara (PN), dengan modal dasar Rp 3,800 milyar. Tujuh perusahaan yang milik pemerintah yang bergabung untuk membentuk Aneka Tambang, mencakup: PT. Nikel Indonesia, PN. Tambang Bauksit Indonesia, PN. Logam Mulia, Bpu. Perusahaan-perusahaan Tambang Umum Negara, Proyek Pertambangan Intan Marthapura–Kalimantan Selatan, PN. Tambang Emas Tjikotok, dan Proyek Emas Logwn Pekanbaru-Riau. Pada tanggal 21 Mei 1975, menurut Keputusan Menteri Kehakiman status Aneka Tambang diubah dari status perusahaan milik pemerintah (Perusahaan Negara) menjadi Perusahaan Terbatas, PT Aneka Tambang (Persero).

PT Aneka Tambang (Antam) adalah perusahaan pertambangan terdiversifikasi yang terintegrasi secara vertikal dengan orientasi ekspor. Antam berkantor pusat di Jakarta dengan kegiatan operasi tersebar di Kepulauan Indonesia.

Konsumen Antam adalah perusahaan terkenal yang loyal dan memiliki hubungan jangka panjang dengan perusahaan. Area eksplorasi perusahaan yang luas serta deposit perusahaan yang besar dan berkualitas tinggi menyebabkan Antam menjalin kerjasama dengan perusahaan internasional dalam usaha patungan untuk mengembangkan deposit yang ada menjadi tambang yang menghasilkan keuntungan.
Struktur perusahaan relatif mudah dengan Kepemilikan Antam 100% pada dua entitas yang terkait dengan bidang pendanaan yakni Antam Finance Limited (Mauritius) dan Antam Euro 0pe B.V (Belanda) dan satu entitas bernama PT Antam Resuorcindo, yang menjalankan operasi pasir besi dan tambang emas Tjikotok di Jawa Barat.

Antam pertama kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada saat pemerintah menjual 35% kepemilikannya kepada publik. Pada tahun 1999, Antam mencatatkan sahamnya dengan status Foreign-Exempt Listing di bursa efek Australia dan meningkatkan statusnya di bursa ini tahun 2002.

3.1.2Visi, Misi dan Strategi PT Aneka Tambang Tbk
Visi merupakan ungkapan pandangan masa depan yang berisikan keinginan atas kondisi kerja yang hendak dicapai dalam jangka panjang. Visi yang jelas dan utuh akan membentuk suatu filosofi yang menjadi keyakinan utama, perekat dan motivasi bagi segenap, karyawan dalam pengembangan usaha. PT Aneka Tambang, Tbk mempunyai visi sebagai berikut: "Menjadi pertambangan berstandar internasional yang memiliki keunggulan kompetitif di pasar global dalam industri pertambangan Indonesia”. Dengan tujuan untuk memaksimalkan nilai pemegang saham, meningkatkan kesejahteraan
pegawai, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar daerah operasi pertambangan.
Misi adalah ungkapan mengenai maksud pendirian PT Aneka tambang, Tbk. serta alasan keberadaannya, khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut. Untuk dapat mewujudkan visi diperlukan misi yang jelas dan terarah. Hal ini akan menuju pada peningkatan profesionalisme pengelolaan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip ekonomi dan tetap memperhatikan aspek sosial. Adapun misi PT Aneka Tambang, Tbk adalah :
1.Menghasilkan produk-produk berkualitas tinggi, yaitu nikel, emas dan mineral lain, dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan kinerja serta memperhatikan kelestarian lingkungan.
2.Beroperasi secara efisien (berbiaya rendah)
3.Memaksimalkan Shareholders dan stakeholders value
4.Meningkatkan kesejahteraan karyawan
5.Berpartisipasi di dalam upaya mensejahterakan masyarakat disekitar daerah operasi pertambangan.
Sedangkan strategi PT Aneka Tambang Tbk, yang menjadi kunci kesuksesan perusahaan adalah:
1.Memanfaatkan keunggulan pengalaman dan kompetensi secara maksimal untuk kegiatan eksplorasi, pengembangan, produksi dan pemasaran komoditas nikel dan emas serta mineral lainnya.
2.Meningkatkan kegiatan eksplorasi, khususnya untuk komoditas nikel dan emas, serta memelihara kerjasama yang baik dengan pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan setiap kegiatan usaha pertambangan.
3.Melakukan aliansi strategis dengan perseroan-perseroan pertambangan kelas dunia melalui kerjasama patungan, merger dan akuisisi untuk memperoleh teknologi baru yang akan meningkadm daya saing serta mempercepat pengembangan usaha.
4.Merestrukturisasi unit-unit bisnis dan sumber daya manusia untuk memperbaiki akuntabilitas dan efisiensi guna meningkadm nilai perseroan.
5.Memperkuat daya saing dengan mempertahmkan keunggulan sebagai salah satu penghasil nikel dan emas berbiaya terendah di dunia melalui peningkatan efisiensi operasi (outsourcing, perbaikan proses, memperkecil asset), memelihara ketersediaan informasi pasar/industri yang mutakhir, dan secara terus menerus melakukan benchmark terhadap pesaing lainnya, serta proaktif meningkadm citra perseroan.
6.Meningkatkan kualitas produk dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, keselamatan keda, community development, dan berusaha memuaskan pelanggan dengan pengiriman tepat waktu, serta memenuhi tuntutan perubahan pasar yang dinamis.
7.Mengembangkan kemampuan dan kompetensi untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas karyawan.
8.Mengelola risiko fluktuasi harga komoditas dan pertukaran mata uang secara hati-hati melalui penerapan strategi keuangan yang tepat
9.To participate in efforts to improve the social welfare of communities in the vicinity of the mining areas.
3.1.3Struktur organisasi PT. Aneka Tambang, Tbk.
Pada, PT Aneka Tambang Tbk, memiliki dua organ yakni komisaris dan direksi. Model kepengurusan ini disebut two-tiered system, pada umumnya sama yang digunakan dibeberapa Negara Eropa, namun berbeda dengan model kepengurusan perusahaan Amerika Utara yang menggunakan one-tiered system.

3.2Hasil Analisis Economic Value Added (EVA)
Dalam analisis EVA ini, penulis mengambil data laporan keuangan berupa neraca, dan laporan Rugi Laba selama, tiga tahun yaitu dari tahun 2005 hingga 2007. adapun tahapan dalam perhitungan EVA pada PT. Aneka Tambang Tbk. Adalah sebagai berikut:
1.Menghitung Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
2.Menghitung Invested Capital
3.Menghitung Weighted Average Cost of Capital (WACC)
4.Menghitung Capital Cost/Charge
5.Menghitung Economic Value Added (EVA)
Dari hasil perhitungan, kami memperoleh perbandingan sebagai berikut:
TABEL 3.1
PT Aneka Tambang Tbk.
Perbandingan Elemen-Elemen Economic Value Added (EVA)
(Dalam Ribuan Rupiah)

URAIAN
TAHUN
NILAI
KENAIKAN/PENURUNAN
(Rp)
(%)
NOPAT
2005
2006
2007
867,496,397
1,694,734,870
5,206,435,394


827,238,397
3,511,700,524

32,29
50,88
Invested Capital
2005
2006
2007
5,133,546,813
5,484,389,859
9,271,904,937


350,843,046
3,787,515,078

3,32
25,67
WACC
2005
2006
2007

19,03
30,79
51,51

11,76
20,72

23,60
25,18
Capital Cost/Charge
2005
2006
2007
976,913,958
1,688,643,638
4,775,958,233


711,726,254
3,087,314,595

26,70
47,76


3.3Pembahasan Analisis Economic Value added (EVA)
Berdasarkan hasil perbandingan diperoleh analisis Economic Value Added (EVA) PT Aneka Tambang, Tbk. Menghasilkan nilai yang sangat mengalami peningkatan yaitu (Rp 109.417.485.000) untuk tahun 2005, Rp 6.091.232.000 untuk tahun 2006 dan Rp 430.477.161.000 untuk tahun 2007, begitu pula untuk persentase Spread EVA -5,94% di tahun 2005, 0,18% di tahun 2006 dan mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2007 yaitu sebesar 4,32%.
Hasil Kinerja Antam terbaik di tahun 2007, yalmi dengan Spread EVA sebesar 4,32% yang mengalami peningkatan sebesar 4,14% dari tahun 2006. sementara pada tahun 2005 adalah yang terburuk kinerjanya dibanding tahun penelitian lainnya dinilai dari sudut pandang Economic Value Added (EVA) karena mencatat nilai dan Spread EVA yang negatif, pada tahun ini Antam hanya mencatat nilai EVA sebesar (Rp 109.420.911.000) dan juga Spread EVA negatif 5,94%. Dalam konsep EVA perolehan tersebut tergolong value destroyer karena perolehan laba Antam tidak mampu menutupi biaya modalnya yang digunakan.
Tahun 2005
Pada tahun 2005, NOPAT yang dihasilkan sebesar Rp867.496.473.000 (Tabel 4.1). ini dipengaruhi oleh fingkat penjualan yang mencapai Rp 3.251.235.883.000.
Dalam perhitungan Cost of Debt tahun 2005, persentase yang dihasilkan yaitu 1.32%. nilai Cost of Debt tersebut dipengaruhi oleh biaya bunga sebesar Rp 25.559.493.000 , sedangkan dalam perhitungan Cost of Equity (hal. 54) pada tahun 2005 diperoleh persentase sebesar 30,39% , besarnya persentase tersebut dipengaruhi oleh tingginya tingkat pertumbuhan Deviden yang mencapai 26,20%. Hubungan antara Cost of Equity dan tingkat pertumbuhan deviden memiliki Slope positif (berbanding lurus), yaitu semakin besar tingkat pertumbuhan deviden maka semakin besar pula persentase, sehingga berdasarkan perolehan cost of debt dan cost of equity tersebut maka perhitungan Weighted Average Cost of Capital (WACC) pada tahun 2005 (Tabel 4.7) menunjukkan persentase 19.03%.
Hasil perhitungan Capital Cost/Charge (Tabel 4.8) tahun 2005 menunjukkan nilai sebesar Rp 976.913.958.000 Perolehan ini relatif besar dan dipengaruhi oleh tingginya persentase WACC yang mencapai 19,03% juga dipengaruhi oleh nilai Invested Capital yang mencapai Rp 5.133.564.813.000 Selanjutnya, pada tahap akhir analisis EVA tahun 2005 (Tabel 4.9) diperoleh nilai EVA negative sebesar (Rp 109.417.485.000) dan persentase Spread EVA negative sebesar -5,94%, perolehan tersebut dipengaruhi oleh lebih besarnya Capital Cost/Charge dibanding. nilai NOPAT yang dihasilkan (EVA < 0), artinya perusahaan tidak mampu menciptakan nilai karena laba yang dihasilkan tidak mencukupi untuk penyandang dana terutama pemegang saham. Hasil ini jika dilihat dari sudut pandang Economic Value Added menunjukkan kinerja yang “buruk”.
Tahun 2006
Pada tahun 2006 terjadi sedikit peningkatan pada nilai penjualan yang mencapai Rp5.629.401.438.000 sehingga nilai NOPAT pun mengalami peningkatan yakni sebesar Rp1.694.734.870.000 (Tabel 4.1). Sementara itu, perhitungan Invested Capital menunjukkan perolehan Rp5.484.389.859.000
Dalam perhitungan Cost of Debt tahun 2006 (Tabel 4.4), persentase yang dihasilkan yaitu sebesar 13.26%, besarnya persentase Cost of Debt tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah Biaya bunga yakni Rp 141.957.223.000 Sedangkan dalam perhitungan Cost of Equity pada tahun 2006 mencatat nilai 35,18% sehingga, perhitungan Weighted Average Cost of Capital (WACC) pada tahun 2006 mencatat persentase 30.79%
Hasil Perhitungan Capital Cost/Charge tahun 2006 menunjukkan nilai Rp1.688.643.638.000 Perolehan ini dipengaruhi oleh nilai WACC sebesar 30.790% dan juga dipengaruhi oleh nilai Invested Capital sebesar Rp5.484.389.859.000 . Selanjutnya pada analisis EVA tahun 2006 diperoleh nilai EVA positif yakni Rp6.091.232.000 dan Persentase Spread EVA juga positif yakni 0.18% (EVA > 0), pencapaian tersebut dipengaruhi oleh nilai NOPAT yang sedikit lebih besar, sehingga mampu menutupi nilai Capital Cost/Charge. Dengan demikian kinerja Antam pada tahun 2006 dapat dikatakan "BAIK" karena mampu menciptakan nilai bagi pemegang sahamnya walaupun tidak begitu besar dan tergolong sebagai Value Creation.
Tahun 2007
Pada tahun 2007 terjadi perbaikan yang cukup besar, yaitu antara lain pada nilai Penjualan yang mencapai Rp 12.008.202.498.000 dan juga jumlah pendapatan lain-lain yang mencapai Rp579.872.171.000 sehingga menghasilkan nilai NOPAT yang relatif besar yakni Rp5.206.435.394.000 sementara itu perhitungan Invested Capital (tabel 4.3) menunjukkan perolehan sebesar Rp9.271.904.937.000
Dalam perhitungan Cost of Debt tahun 2007 (Tabel 4.4) persentase yang- dihasilkan sebesar 10.6 1 %. kecilnya persentase cost of debt tersebut dipengaruhi oleh adanya perbaikan pada jumlah biaya bunga yang hanya mencatat sebesar Rp. 74.315.067.000 . Sedangkan pada perhitungan Cost of equity pada tahun 2007 mencatat nilai yang cukup besar yakni 54,79%. Persentase tersebut dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan deviden yang mencapai 49,99%. Sehingga berdasrkan perhitungan cost of debt dan cost of equity tersebut maka perhitungan Weighted Average Cost of Capital (WACC) pada tahun 2007 (Tabel 4.7) menunjukkan persentase 51.51%.
Hasil perhitungan Capital cost/Charge tahun 2007 menunjukkan nilai yang cukup besar yakni sebesar Rp4.755.985.233.000 Perolehan ini dipengaruhi oleh nilai WACC dan Invested Capital, persentase WACC besar 51,5 1 % diimbangi dengan nilai Invested Capital yang cukup besar pula Rp9.271.904.937.000. Selanjutnya pada analisis EVA tahun 2007 diperoleh nilai EVA positif (EVA>0) yakni sebesar Rp430.477.161.000 dan persentase Spread EVA positif yaitu sebesar 4,32%, pencapaian tersebut dipengaruhi oleh nilai NOPAT yang mencapai Rp5.206.435.394.000 walaupun nilai Capital Cost/Charge besar tetapi nilai NOPAT mampu menutupinya. Dengan demikian pada tahun 2007 kinerja Antam dikatakan “Baik” karena mampu menciptakan nilai bagi pemegang saham dan tergolong sebagai Value Creation.
Pada table 4.10 akan disajikan perbandingan-perbandingan antara elemen EVA, yaitu: NOPAT, Invested Capital, WACC, dan Capital Cost/Charge. Dalam tabel ini akan terlihat kaitan perubahan-perubahan komponen EVA.
Pada tabel ini akan terlihat dengan jelas hubungan antara peningkatan dan penurunan EVA. Pada tahun 2005 – 2007 fluktuasi WACC sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada komponen biaya modal baik cost of debt maupun cost equity. Sedangkan perubahan pada Capital Cost Chow dipengaruhi oleh perubahan WACC dan Invested Capital. Demikian halnya dengan fluktuasi NOPAT dan perubahan Capital Cost/Charge yang sangat mempengaruhi nilai EVA.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik sebuah pernyataan sebagai kesimpulan dari hasil penelitian dan penyusunan skripsi ini, bahwa: Dari analisis perhitungan Economic Value Added (EVA) yang dilakukan selama 3 (tip) tahun periode pembukuan laporan keuangan, menunjukkan bahwa pada tahun 2005 PT. Aneka Tambang, Tbk. Menghasilkan EVA negatif (EVA < 0) yakni dengan nilai EVA minus Rp. 109.417.485.000 dan dengan Spread EVA minus 5,94%. Yang berarti bahwa nilai NOPAT tidak mampu menutupi Biaya Modal perusahaan. Akan tetapi pada tahun 2006 dan 2007 PT. Aneka Tambang, Tbk mampu menghasilkan EVA positif (EVA > 0) yang berarti selain mampu menutupi biaya modalnya, perusahaan juga menciptakan nilai lebih bagi perusahaan dengan nilai Rp6.091.232.000 dan persentase Spread EVA, 0.18% untuk tahun 2006 dan tahun 2007 mencatat nilai Rp430.477.161.000 dan Spread EVA 4,32%. Dengan demikian, karena berada pada indikasi membaik maka sewajarnya diberikan penilaian kinerja “Baik”.
4.2Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang dibuat sebelumnya, maka dapat diajukan beberapa saran yang meliputi usulan-­usulan, ide-ide pembaharuan dan perbaikan sebagai berikut:
1. Disarankan agar perlunya perusahaan menggunakan Analisis kinerja keuangan dengan metode EVA, hal ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui perkembangan kinerja perusahaan yang dapat dicapai dimasa yang akan datang, dan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai.
2. Diharapkan Antam mampu menjaga dan mempertahankan komposisi struktur modalnya yang terbukti mampu menghasilkan EVA positif, agar tetap stabil dalam kondisi apapun.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Sartono, 1994. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE.
Aminuddin, 2006. Analisis Penerapan Konsep Economic Value Added (EVA) dalam menilai Kinerja PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk. Skripsi tidak diterbitkan, Kendari: Fakultas Ekonomi UNHALU.
Andi Bangsawan M, 2008. Penerapan Kinerja Keuangan dengan Metode EVA pada PT Kalbe Farmq, ZU Skripsi tidak diterbitkan, Makassar: Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin.
Arthur Keown, David Scott, John Martin, & William Petty. Penerjemah Chaerul Djakman, 2001. Dasar-Dasar Mdnajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Bambang Riyanto, 1999. Dasar-dasar Pemberdayaan Perusahaan. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada.
Erich Helfert, 1997. Teknik Analisis Keuangan. Jakarta: Erlangga
Faisal Abdullah, 2003. Manajemen Perbankan: Teknik Analisis Kinerja Keuangan Bank. Malang. Universitas Muhammadiyah.
Husein Umar, 2003. Evaluasi Kinerja Keuangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Jumardin, 2002. Kinerja Keuangan Pada Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara. Skripsi tidak diterbitkan, Kendari: Fakultas Ekonomi UNHALU.

balance score card

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Untuk dapat bertahan di lingkungan bisnis seperti saat ini, tentu sangat susah. Terlebih lagi diperparah oleh dampak dari krisis keuangan global, memaksa para pelaku usaha untuk berpikir lebih keras dalam menjalankan usahanya.
Dampak dari komplikasi permasalahan ekonomi dunia ini merambat ke segala jenis usaha manufaktur, dagang, maupun penyedia jasa, tak terkecuali dengan jasa perbankan di Indonesia.
Baru-baru ini kita dikejutkan oleh berita diberbagai media yang menyebutkan bahwa ada salah satu Bank yang di likuidasi oleh Bank Indonesia sebagai “perpanjangan tangan” pemerintah di bidang perbankan.
Bank tersebut di likuidasi karena modal bank tersebut tidak cukup. Dampak sari likuidasi ini tentunya akan mengarah ke nasabah bank tersebut, karena banyak uang mereka uang tidak dikembalikan. Para nasabah yang merugi tersebut akhirnya berdemo menuntut pengembalian uang mereka yang tidak sedikit jumlahnya.
Hal-hal seperti ini tentu tidak akan terjadi atau minimal dapat di eliminasi bila saja bank tersebut mengadopsi sistem pengukuran kinerja berbasis 4 perspektif yang seimbang, atau lebih dikenal dengan sebutan sistem pengukuran kinerja, Balance Score Card (BSC).
Atas dasar buah pemikiran di atas, maka kami menulis makalah dengan judul “Proposisi Nilai Pelanggan dalam Perspektif Pelanggan Balance Score Card di PT. Bank Negara Indonesia (Persero). Tbk”.
A.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dari kasus masalah ini adalah “Apa saja proposisi nilai pelanggan di PT. Bank Negara Indonesia (Persero). Tbk?”.
B.Tujuan Penulisan
Dari rumusan permasalahan, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui proposisi nilai pelanggan di PT. Bank Negara Indonesia (Persero). Tbk
C.Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari hasil penulisan makalah ini adalah:
Untuk memberikan informasi mengenai proposisi nilai pelanggan I PT. Bank Negara Indonesia (Persero). Tbk
Sebagai bahan referensi bagi penulis lainnya dalam melanjutkan penulisan yang lebih relevan.
BAB II
KAJIAN TEORI


PERSPEKTIF PELANGGAN

Dalam perspektif pelanggan Balance Scorecard (BSC), perusahaan melakukan identifikasi peanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Segmen pasar merupakan sumber yang akan menjadi komponen penghasilan tujuan financial perusahaan. Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan penting : Kepuasan, loyalitas, retensi, akuisisi, dan profitabilitas – dengan pelanggan dan segmen pasar sasaran. Persperktif pelanggan juga memungkinkan perusahaan melakukan identifikasi dan pengukuran, secara eksplisit, proposisi nilai yang akan perusahaan berikan kepada pelanggan dan pasar sasaran. Proposisi nilai merupakan faktor pendoromng, lead indicator, untuk ukuran pelanggan penting .

Di masa lalu, perusahaan dapat memusatkan diri pada kapabilitas internal, dengan mrngandalkan kinerja produk dan inovasi teknologi . Tetapi perusahaan yang tidak memahami kebutuhan pelanggan akan memudahkan para pesaing untuk menyerang melalui penawaran produk dan jasa yang lebih baik yang sesuai dengan prefensi pelanggan. Oleh karena itu, banyak perusahaan saat ini berpindah focus secara eksternal kepada pelanggan. Pernyataan misi dan visi secara rutin menyatakan tujuan perusahaan untuk menjadi “ pemasok nomor satu bagi pelanggan kami”. Terlepas dari ketidakmungkinan semua perusahaan menjadi pemasok nomor satu bagi pelanggannya, pernyataan inspirasional yang mengarahkan segenap upaya pekerja untuk dapat memuaskan kebutuhan pelanggan perusahaan tidak perlu dipertentangkan. Jika ingin mencapai kinerja financial jangka panjang yang hebat, setiap unit bisnis harus menciptakan dan memberikan produk dan jasa yang bernilai bagi pelanggan.

Dalam perspektif Balance Scorecard, selain keinginan untuk memuaskan dan menyenangkan pelanggan, para manajer unit bisnis juga harus menterjemahkan pernyataan misi dan strategi ke dalam tujuan yang disesuaikan dengan pasar dalam pelanggan yang spesifik. Perusahaan yang berusaha menjadi segalanya untuk setiap orang biasanya berakhir menjadi bukan siapa – siapa untuk setiap orang.

Perusahaan harus mengidentifikasikan berbagai segmen pasar, baik dalam populasi pelanggan yang ada saat ini maupun pelanggan potensial dan kemudian memilih segmen mana yang akan mereka masuki. Mengidentifikasi proposisi niali yang akan diberikan kepada segmen sasaran menjadi kunci dalam pengembangan tujuan dan ukuran perspektif pelanggan.

SEGMENTASI PASAR

Pelanggan yang ada saat ini maupun pelanggan potensila umumnya tidak homogen. Setiap pelanggan mempunyai prefernsi dan meniali atribut produk atau jasa secara berbeda. Proses perumusan strategi, dengan menggunakan riset pasar yang mendalam, seharusnya mengungkapkan segmen pelanggan atau pasar yang berbeda danjuga preferensi masing – masing alam berbagai dimensi seperti harga, mutu, fungsionalitas, citra, hubungan, dan jenis layanan pelanggan. Strategi perusahaan dapat menyesuaikan dengan preferensi pelanggan dan segmen pasar yang dipilih perusahaan sebagai sasaran usaha. Balance Scorecard, sebagai suatu deskripsi strategi perusahaan harus mengidentifakasikan setiap tujuan pelanggan dalam semua segmen sasaran.

Sebagian manajer menolak memilih segmen pelanggan sasaran; mereka tidak pernah menemukan pelanggan yang tidak mereka sukai, dan ingin dapat memuaskan semua preferensi pelanggan. Tetapi pendekatan seperti ini mengandung risiko tidak memberikan yang terbaik bagi semua pelanggan.

Dalam mebangun Balanced Scorecard, pata manajer rockwater mewawancarai para pelanggan saat ini dan pelanggan potensial. Mereka menemukan bahwa sebagian pelanggan menginginkan melanjutkan hubungan bisnis dengan rockwater seperti biasanya. Para pelanggan ini megembangkan sendiri spesifikasi penawaran, menerbitkan dokumen penawaran yang terperinci untuk ditenderkan, dan memilih, dari berbagai perusahaan pemasok ynag memenuhi syarat, suatu perusahaan yang memasukkan penawaran yang lebih rendah. Seperti yang dikatakan oleh salah atu pelanggan dalam wawancara. Selama ini, rockwater bersaing dengan dengan berusaha menjadi penawar dengan harga rendah yntuk menjadi pelanggan seperti ini. Tetapi berbagai wawancara yang dilaksanakan perusahaan mengungkapkan bahwa beberapa pelanggan besar dan penting, Chevron, BP, dan Amerada Hess, midalnya menginginkan lebih dari sekedar harga rendah dari pemasok jasa konstruksi bawah laut yang paling baik.

Perusahaan-perushaan tersebut di atas menyadaribahwa teknologi yang terus berubah dengan cepat dan pasar yang semakin kompetitif telah memotivasi mereka untuk berpaling kepada pemasok dalam mencari berbagai cara penghematan biaya yang inovatif. Meskipun harga tetap merpakan faktor, kemampuan untuk memberikan pendekatan yang inovatif dan lebih hemat akan sangat berpengaruh dalam pemilihan pemasok. Rockwater, selain tetap berhubungan bisnis dengan pelanggan yang sensitive terhadap harga, memilih sebuah strategi peningkatan pangsa pasar pelanggan yang lebih menyukai nilai tambah dibanding harga rendah. Sebagai akibatnya, ukuran pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi dan kepuasan pelanggan difokuskan kepada para pelanggan yang telah membangun hubungan nilai tambah dengan perusahaan. Untuk mengkomunikasikan strategi tersebut dan mengevaluasi keberhasilannya, Rokwater memilih untk mengukur persentase pendapatan yang dihasilkan deri hubungan pelanggan bernilai tambah

Metro bank juga telah bersaing dengan menawarkan jasa keuangan dengan harga rendah, efisien, dan bermutu tinggi kepada semua pelanggan banknya. Sebagai contoh lain segmentasi pasar, pioneer petroleum, perusahaan pengilang dan pemasar BBM dan minyak pelumas mobil yang terkemuka di AS, memulai pengembangan strategi pelanggan dengan melaksanakan program riset pemasaran.
Riset tersebut behasil mengidentifikasi lima segmen pelanggan.
1.Rod Wariors : 16% dari pembeli
Pria setengah baya berpenghasilan tinggi yang mengendarai mobil sejauh 25.000-50.000 mil setahun.Membeli BBM premium dengan memakai kartu kreditmem beli sandwich dan minuman dari Convenience store. Yang kadang-kadang memcuci mobilnya pada tempat pencucian mobil

2.True Bles : 16% dari pembeli
Umumnya para wanita dan pria yang berpenghasilan menengah yang loyal kepada satu merek dan kadang-kadang kepada stasiun pompa bensin tertentu…….Sering membeli BBM premium dan membayar dengan uang tunai.

3.Generation : 27% dari pembeli
BBM, Makanan dan Cepat (Fuel, Food and Fast): para pria dan wanita yang aktif bergerak-separuhnya berusia di bawah 25-yang selalu siap begerak….banyak berkendaraan dan membeli makanan kecil dari conveience store.

4.Homebodies : 21% dari pembeli
Umumnya para ibu rumah tangga yang mengantar-jemput anak pada waktu siang dan menggunakan stasiun pompa bensin apa saja asal barada di kota atau di sepanjang rute perjalanannya.

5.Price Shoppers : 20% dari pembeli
Pada umumnya tidak loyal kepada merek atau station pompa bensin, dan jarang membeli BBM premium……..Sering kali membeli dengan anggaran yang sangat hemat.

Setelah mengidentifikasi dan mensasari segmen pasar, unit bisnis perusahaan apat menetapkan tujuan dan ukuran untuk segmen sasaran tersebut perusahaan biasanya memilih dua kelompok ukuran untuk perspektif pelanggan. Kelompok pertama merupakan ukuran generek yang digunakan oleh hamper semua perusahaan. Karena semua ukuran ini seperti kepuasan pelanggan, pangsa pasar, dan retensi pelanggan muncul dalam banyak Balaced Scorecard, yang disebut sebagai kelompok utama. Kelompok ukuran kedua merupakan faktor sebagai kelompok pendorong kinerja – pembeda ( differentiator ) – hasil pelanggan. Semua ukuran itu menjawab pertanyaan apa yang harus diberikan perusahaan kepada pelanggan agar tingkat kepuasaan, retensi, akuisisi, dan pangsa pasar yang tinggi tercapai ? ukuran faktor pendorong kinerja menawarkan proposisi nilai yang diberikan perusahaan kepada pelanggan dan segmen pasar sasarannya.

KELOMPOK PENGUKURAN PELANGGAN UTAMA
Kelompok utama pelanggan utama pada umumnya sama untuk semua jenis perusahaan. Kelompok pengukuran ini terdiri dari ukuran :
1.Pangsa pasar
2.Retensi pelanggan
3.Akuisisi pelanggan
4.Kepuasan pelanggan
5.Profitabilitas pelanggan
Kelima ukuran di atas mungkin tampak terlalu genereik untuk semua jenis perusahaan. Untuk menghasilkan dampak yang maksimum, setiap ukuran tersebut harus disesuaikan dengan kelompok pelanggan sasaran yang diharapkan memberi pertumbuhan dan profitabilitas yang paling besar.
1.PANGSA PASAR DAN PANGSA REKENING
Mengukur pangsa pasar dapat segera dilakukan bila kelompok pelanggan sasaran atau segmen pasar sudah ditentukan. Kelompok industri, asosiasi perdagangan, data statistik pemerintah, dan sumber plublik lainnya sering dapat memberikan estimasi ukuran pasar secara keseluruhan.
Saat mensasari segmen pelanggan atau pasar tertentu, perusahaan juga dapat menggunakan ukuran pangsa pasar yang kedua : pangsa rekening ( account share ) bisnis pelanggan ( sebagian menyebutya sebagai pangsa “ dompet “ pelanggan ). Ukuran pangsa pasar keseluruhan yang didasarkan atas hubungan bisnis dengan perusahaan – perusahaan ini ditemukan oleh jaminan oleh jumlah bisnis keseluruhan, yang telah diberikan oleh perusahaan – perusahaan ini dalam periode tertentu .

2.RETENSI PELANGGAN

Jelas bahwa cara yang disukai untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar dalam segmen pelanggan sasaran diawali denggan mempertahankan pelanggan yang ada di segmen tersebut. Penemuan riset pada rantai keuntungan jasa telah menunjukan pentingnya retensi pelanggan. Perusahaan yang dapat dengan segera melakukan identifikasi seluruh pelanggan----misalnya, perusahaan industri, distributor dan pedagang besar, penerbit majalah dan surat kabar,perusahaan jasa komputer on-line, bank, perusahaan kartu kredit dan penyedia jasa telepon jarak jauh dapat mengukur retensi pelanggan dari periode ke periode. Selain mempertahankan pelanggan, banyak perusahaan menginginkan dapat mengukur loyalitas pelanggan melalui persentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang ada saat ini.

3.AKUISISI PELANGGAN

Secara umum, perusahaan yang ingin menumbuhkan bisnis menetapkan sebuah tujuan berupa peningkatan basis pelanggan dalam segmen sasaran. Ukuran akuisisi pelanggan mengukur, dalam bentuk absolut dan relatif, kekuatan unit bisnis menarik dan memenagkan pelanggan atau bisnis baru. Akuisisi pelanggan dapat diukur dengan banyaknya jumlah pelanggan baru atau jumlah penjualan kepada pelanggan baru di segmen yang ada. Berbagai perusahaan yang bergerak dalam bisnis kartu kredit, penerbit majalah, jasa telepon seluler, televisi kabel, dan perbankan jasa keuangan lainnya mendapatkan pelanggan baru melalui upaya pemasaran besar-besaran dan seringkali mahal. Perusahan-perusahan ini dapat memeriksa jumlah tanggapan pelanggan terhadap usaha pemasaran perusahaan, dan tingkat konversi jumlah pelanggan baru yang sesungguhnya dibagi jumlah permohonan prospektif. Perusahaan dapat mengukur biaya yang dikeluarkan untuk satu pelanggan yang diperoleh, dan rasio pendapatan dari pelanggan baru untuk setiap usaha penjualan atua untuk setiap dolar yang dikeluarkan bagi usaha pemasaran.

4.KEPUASAN PELANGGAN

Retensi dan akuisisi pelanggan ditentukan oleh usaha perusahaan untuk dapat memuaskan bebagai kebutuuhan pelanggan. Ukuran kepuasan pelanggan memberikan umpan balik mengenai sebberapa baik perusahaan melaksanakan bisnis. Pentingnya kepuasan pelanggan bukanlah sesuatu yang dibesar-besarkan. Riset baru-baru ini menunjukan bahwa sekedar memenuhi kepuasan pelanggan tidaklah cukup untuk mendapatkan loyalitas, retensi, atau profitabilitas yang tinggi yang tinggi. Hanya jika pelanggan menilai pengalaman pembeliannya sebagai pengalaman yang amat memuaskan, barulah perusahaan dapat mengharapkan para pelanggan melakukan pembelian ulang.

Sebagian perusahaan cukup beruntung memiliki pelanggan yang secara sukarelawan memberikan peringkat bagi seluruh pemasok. Sebagai contoh Hewlett-packard memberikan peringkat dan urutan untuk berbagai kategori pemasok. Ford memberikan penghargaan dan dan hadiah kepada pemasok yang paling baik. Kantor perbendaharaan dari beberapa perusahaan multinasional memberi kartu laporan kepada semua bank yang mempunyai huungan bisnis, yang memberikan umpan balik terperinci mengenai seberapa baik setiap bank melaksanakan bisnisnya dalam memasok modal, jasa–jasa keuangan, dan nasihat dibidang keuangan.

Tetapi perusahaan tidak harap dapat berharap semua pelanggan sasaran akan secara proaktif memberi umpan balik untuk setiap kinerja perusahaan. Banyak perusaahan yang melaksanakan survei kepuasaan pelanggan yang sistematis. Mebuat survei pelanggan mungkin kelihatan mudah, tetapi mendapatkan tanggapan yang valid dengan persentase yang tinggi dari pelanggan biasanya memiliki keahlian yang khusus. Ada tiga tehnik yang biasanya digunakan yaitu : survei melalui pos, wawancara telepon, dan wawancara pribadi. Masing – masing tehnik survei membutuhkan biaya yang berbeda, sehingga tingkat respon maupun temuan yang dihasilkan juga berbeda. Survei kepuasan pelanggan sekarang telah menjadi salah satu bidang usaha yang paling aktif bagi perusahaan riset pasar dengan penghasilan sekitar $200 juta dan pertumbuhan tahunan sebesar 25%. Jasa spesialis seperti ini dapat memobilisasi berbagai keahlian dalam bidang psikologi , riset pasar, statistik, dan teknik wawancara, maupun sejumlah tenaga manusia dan komputer yang mampu menyediakan berbagai indikatorkepuasan pelanggan yang lengkap.

5.PPROFITABILITAS PELANGGAN

Berhasil dalam emapt ukuran pelanggan utama (pangsa, retensi, akuisisi, dan kepuasan) bagaimanapun juga bukanlah jaminan bahwa sebuah perusahaan memiliki pelanggan yang menguntungkan. Sudah tentu suatu cara untuk memproleh pelanggan yang sangat terpuaskan ( atau para pesaing yang marah ) adalah menjual produk dan jasa dengan harga yang sangat rendah. Karena kepuasan pelanggan dan pangsa pasar yang besar hanyalah sebuah alat untuk mencapai pengembalian finansiall yang lebih tinggi, perusahaan mungkin berharap untuk dapat mengukur tidak hanya besaran bisnis yang dilakukan dengan pelanggan, tetapi juga profitabilitas dari bisnis ini, terutama dalam segmen pelanggan sasaran. Sistem biaya berdasarkan aktifitas memungkinkan perusahaan mengukur profitabilitas pelanggan, secara perorangan maupun keseluruhan.

Ukuran profitabilitas pelanggan dapat mengungkapkan pelanggan sasaran tertentu yang tidak member keuntungan. Hal ini terutama mungkin terjadi dengan pelanggan baru, dimana berbagai usaha akuisisi masih harus dikurangkan dari marjin yang didapat dari penjualan produk dan jasa kepada pelanggan baru. Dalam kasus ini, profitabilitas seumur hidup menjadi dasar untuk memepertahankan atau melepas pelanggan yang sama sekali tidak memberikan keuntungan, tetap berharga karena potensi pertumbuhannya. Tetapi pelanggan yang sama sekali tidak memberikan keuntungan setelah bertahun – tahun men jadi pelanggan perusahaan mungkin membutuhkan tindakan yang eksplisit untuk mengubahnya menjadi aktiva perusahaan.

Diluar Kelompok Utama :
Mengukur Proposisi Nilai Pelanggan

Proposisi nilai pelanggan menyatakan atribut yang diberikan perusahaan kepada produk dan jasanya untuk menciptakan loyalitas dan kepuasaan pelanggan dalam segmen pasar sasaran. Proposisi nilai adalah sebuah konsep penting dalam memahami faktor pendorong pengukuran utama kepuasan, akuisisi, retensi, serta pangsa pasar dan pangsa rekening pelanggan.

Walaupun proposisi nilai berbeda – beda untuk berbagai industri, dan untuk berbagai segmen pasar di dalam industri, ditemukan adanya serangkaian atribut serupa yang membentuk proposisi nilai untuk semua industri yang menjadi sumber penyusunan scorecard. Atribut ini dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu :
1.Atribut produk / jasa
2.Hubungan pelanggan
3.Citra dan Reputasi

1.ATRIBUT PRODUK DAN JASA

Stribut produk dan jasa mencakup fungsionalitas produk dan jasa, harga dan mutu. Sebagai contoh, dua segmen pelanggan yang diindentifikasi oleh Rockwater adalah dua contoh pilihan klasik antara pelanggan yang menginginkan produsen berharga rendah yang terpercaya dengan pelanggan yang yang menginginkan pemasok yang menerapkan kebijakan diferensiasi yang mampu menawarkan produk, bentuk, dan jasa yang khusus.

2. HUBUNGAN PELANGGAN

Dimensi hubungan konsumen mencakup penyampaian produk/jasa kepada pelanggan yang meliputi dimensi waktu /tanggap dan penyerahan, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh, Metro Bank menemukan untuk tujuan hubungan pelanggan bahwa bank tersebut harus membangun dan memelihara harapan yang tinggi tentang bagaimana memperlakukan pelanggan. Metro menetapkan tiga elemen penting cara menciptakan hubungan yang baik dengan pelanggan, yaitu :
1.Sumber daya manusia yang berpengatahuan : Bedakan diri kita dengan pesaing lain melalui para pekerja yang mampu mengenali kebutuhan pelanggan dan yang memiliki pengetahuan untuk secara proaktif memuaskannya
2.Akses yang mudah : Beri pelanggan akses kepada jasa atau informasi perbankan 24 jam sehari
3.Responsif : Layani pelanggan dengan keterampilan. Kecepatann respon harus memenuhi atau melampaui persepsi pelanggan akana pelayanan yang tepat waktu.

3.CITRA REPUTASI

Dimensi citra dan reputasi menggambarkan faktor – faktor tak bewujud yang membuat pelanggan tertarik kepada suatu perusahaan. Sebagian perusahaan melalui pengiklanan dan mutu produk serta jasa yang diberikan, mampu menghasilkan loyalitas pelanggan jauh melampaui berbagia aspek produk dan jasa yang berwujud. Metro Bank ( contoh sebelumnya ), berusaha membangun reputasi sebagai penasihat keuangan yang cakap, ramah, yang mampu memasok produk dan jasa perbankan yang lengkap. Beberapa bank investasi, menampilkan citra sebagai penyedia nasehat dan jasa keuangan yang bermutu tinggi dan integritas yang membedakan mereka dari pesaing yang lebih kecil dan beroperasi secara regional.

Dimensi citra dan reputasi memungkinkan perusahaan untuk secara proaktif menjelaskan diir kepada para pelanggan. Penyusunan Balance Scorecard dan penetapan tujuan yang berorientasi pelanggan dan um pan balik eksplisit tentang proposisi nilai yang diberikan diarahkan kepada profesionalisme baru pelaksanaan bisnis perusahaan.

Pada saat merumuskan perspektif pelanggan, para manajer harus memiliki gagasan yang jelas tentang segemn pelanggan dan segmen bisnis sasaran, dan memilih serangkaian pengukuran hasil utama-pansa, retensi, akuisisi, kepuasan, dan profitabilitas-untuk segmen sasaran tersebut. Ukuran hasil ini memberikan sasaran nagi berbagai proses pemasaran, operasinal dan logistik, serta pengembangan produk dan jasa. Tetapi ukuran ini memiliki beberapa kelemahan yang sama dengan ukuran finansial tradisional. Ukuran itu ukuran “lagging” para pekerja tidak akan tahu seberapa baik kinerja mereka dalam hal kepuasan dan retensi pelanggan sampai sudah terlalu terlambat mengubah kinerja yang dihasilkan. Ukuran tersebut juga tidak mengkomunikasikan apa yang harus dikerjakan oleh para pekerja dalam kegiatan sehari-hari untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Para manajer harus juga mengenali apa yang dinilai tinggi oleh para pelanggan segmen sasaran dan memilih proposisi nilai apa yang akan diberikan. Mereka kemudian dapat memilih tujuan dan ukuran dari ketiga kelompok atribut, yang jika memuaskan, memungkinkan perusahaan mempertahankan dan memperluas bisnis dengan pelanggan sasaran. Ketiga kelompok atribut itu adalah :
1.Atribut produk dan jasa : fungsioonalitas, mutu dan harga
2.Hubungan pelanggan : mutu dari pengalaman membeli dan hubungan pribadi
3.Citra dan reputasi

Dengan menyeleksi tujuan dan ukuran di ketiga kelompok atribut ini, para manajer memfokuskan perusahaan kepada penyampaian proposisi nilai yang istimewa kepada segmen pelanggan sasaran.




BAB III
PEMBAHASAN

Proposi nilai pelanggan menyatakan kilai atribut yang diberikan perusahaan kepada produk dan jasanya untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan dalam segmen pasar sasaran.
Walaupun proposisi nilai berbeda-beda untuk berbagai industry, dan untuk berbagai segmen pasar di dalam industry, kami menemukan adanya berbagai atribut serupa yang membentuk proposisi nilai untuk semua industri yang menjadi sumber penyusunan srore card. Atribut ini dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu :
Atribut Produk / Jasa
Hubungan Pelanggan
Citra dan Reputasi

A.Atribut Produk / Jasa
Atribut pruduk / jasa mendakup fungsionalitas produk atau jasa, harga dan mutu. Atribut produk / jasa dalam dunia perbankan meliputi keragaman penawaran, bebas kesalahan dan pelayanan tak tercela.

1.Keragaman Penawaran
BNI memiliki beragam penawaran, salah satunya dalam bentuk simpanan, seperti :
BNI Taplus - BNI Deposito
BNI Taplus Utam - BNI Giro
BNI Tapenas - BNI Simponi
BNI Haji - BNI Private Banking
BNI Dollar
Dalam kesempatan kali ini kami hanya akan membahas satu jenis simpanan yang paling banyak digunakan para nasabah BNI, yakni BNI Taplus.

Keunggulan BNI Taplus, antara lain :
Bunga BNI Taplus dihitung atas saldo harian, penarikan tunai melalui teller tidak dibatasi jumlahnya, sedangkan penarikan melalui ATM BNI dibatasi jumlahnya yaitu sebesar Rp. 5 juta perharinya.
Penyetoran dan pengambilan dapat dilakukan disemua cabang / capem BNI
Dapat dipakai sebagai agunan kredit (Cash Collateral credit)
TAPLUS dapat digunakan untuk membayar listrik, telepon, pajak, dan KPR melalui BNI, dan dapat pula digunakan sebagai alat pembayaran di took-toko (merchant) yang memasang logo Master Card.
Dapat diikutkan dalam program hadiah, apabila BNI akan memberikan hadiah kepada penabung TAPLUS.

Segmen Pasar BNI Taplus
Perorangan (Kalangan profesi, karyawan, ibu rumah tangga, mahasiswa/pelajar dan warga masyarakat lainnya)
Perusahaan kecil (Toko, rumah makan, bengkel, PO, UD dan sebagainya)
PT. Bank Perkreditan Rakyat “Swadharma” (BPR Swadharma)
Koperasi Pegawai negeri (KPN) berdasarkan kerjasama BNI dengan Bank Kasejahteraan Ekonomi
Badan usaha lainnya yang disetujui direksi BNI.
Selain dari segi penawaran dalam bentuk simpanan, BNI taplus juga memiliki layanan lain, seperti :
BNI Card
BNI Card adalah kartu debit yang diterbitkan oleh PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Berdasrkan izin / lisensi dari Master card internasional yang diberikan kepada Nasabah BNI Taplus.
BNI ATM
BNI ATM dari BNI Taplus, merupakan jaringan ATM yang luas dengan 2.300 unit ATM diseluruh Indonesia yang terkoneksi dengan 6.900 ATM Link dan 10.500 ATM Bersama, serta ratusan ribu ATM berlogo Cirrus diseluruh dunia.
BNI Phone Plus
Merupakan layanan phone banking yang menawarkan kemudahan untuk bertransaksi perbankan apapun selama 24 jam di mana pun anda berada.
BNI Sms Banking
BNI Internet Banking

2.Bebas Kaselahan dan Pelayanan tak Tercela
Sesuai dengan “Prinsip 46” budaya kerja BNI yang merupakan tuntutan perilaku insane BNI, terdiri dari 4 nilai budaya kerja, antara lain : Profesionalisme, Integritas, Orientasi Palanggan, dan Perbaikan Tiada Henti.

Dan dalam hal ini juga, terdapat 6 (enam) nilai perilaku utama Insan BNI, yaitu :
Meningkatkan kompetensi dan memberikan hasil terbaik
Jujur, tulus dan ikhlas
Disiplin, konsisten dan bertanggung jawab
Memberikan layanan terbaik melalui kemitraan yang sinergis
Senantiasa melakukan penyempurnaan
Kreatif dan inovatif
Berdasarkan prinsip 46 tersebut, atribut jasa perbankan BNI yang meliputi bebas kesalahan dan pelayanan tak tercela dapat di wakili dari prinsip nilai perilaku utama insane BNI nomor 5 dan 6.

B.Hubungan Pelanggan / Nasabah
Dimensi hubungan konsumen mencakup penyampaian produk / jasa kepada nasabah yang meliputi dimensi penyerahan, serta bagaimana pesanan nasabah setelah menerima jasa perbankan dari BNI.

BNI menemukan untuk tujuan hubungan pelanggan, bahwa bank harus membangun dan memelihara harapan yang tinggi tentang bagaimana memperlakukan pelanggan. BNI menerapkan beberapa element untuk menciptakan hubungan yang baik dengan pelanggan, antara lain :
1.Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada seluruh nasabah, dan selaku mitra pilihan utama (The bank Choice)
2.Akses yang mudah yang diberkan pada pelanggan akses kepada jasa atau informasi perbankan 24 jam dalam sehari.

C.Citra dan Reputasi
Dimensi citra dan reputasi menggambarkan factor-faktor tak berwujud yang membuat pelanggan tertarik pada suatu perusahaan. Sebagian perusahaan, melalui periklanan dan mutu produk serta jasa yang diberikan mampu menghasilkan loyalitas pelanggan jauh melampaui berbagai aspek produk dan jasa yang berwujud.

BNI berusaha membangun citra sebagai jasa perbankan pertama di Indonesia, yang berdiri sejak tahun 1946 melalui “Prinsip 46” yang telah disebutkan sebelumnya.

Selain dari peningkatan citra melalui “Prinsip 46”, BNI juga berusaha membangun reputasi melalui visi BNI, yaitu : “Menjadi bank kebanggaan nasional yang unggul, terkemuka dan terdepan dalam layanan dan kinerja”

Peningkatan reputasi dapat juga dilakukan dengan prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh BNI adapun prestasi yang telah dicapai oleh BNI, antara lain:
1.Pemenang Anugerah Media Humas 2007 – BAKOHUMAS BUMN untuk kategori website.
2.Juara 3 Custumer Service Championship dari Center For Cutomer satisfaction dan Loyalty (April 2006).
3.Majalah Investor – BUMN terbaik 2002 (Best Performance), BNI tercatat sebagai perusahaan sector perbankan dengan kinerja terbaik.
Dari pencapaian prestasi di atas, diharapkan dapat meningkatkan jumlah nasabah baru dan mendorong loyalitas nasabah kepada BNI, sehingga BNI akan terus-menerus malakukan inovasi-inovasi layanan yang dapat memenuhi dan melebihi harapan para nasabahnya.
BAB IV

PENUTUP

A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proposisi nilai pelanggan terbagi 3 (tiga):
1.Atribut produk/jasa
Dalam BNI atau bank pada umunya, terdapat 2 (dua) macam atribut :
Keragaman penawaran : BNI memiliki ragam penawaran yang bervariasi mulai dari simpanan, kredit, maupun layanan lainnya. Semua itu ada untuk memenuhi harapan nasabah yang bervariasi
Bebas kesalahan dan pelayanan yang tak tercek. BNI melalui prindip 46-nya mencoba meminimalisir kesalahan-kesalahan yang biasa terjadi di jasa perbankan, sehingga menciptakan suatu pelayanan yang tidak tercela.
2.Hubungan Pelanggan
BNI menerapkan beberapa elemen untuk menciptakan hubungan yang baik dengan pelanggan antara lain:
Senada dengan misi BNI yang memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada seluruh nasabah.
Akses yang mudah.
3.Citra dan reputasi
BNI membangun suatu citra dan reputasi sebagai jasa perbankan pertama di Indonesia dan cara penerapan prinsip 46 di antara para karyawan, selain itu ari pernyataan visi BNI menjadi bank kebanggaan nasional yang unggul, terkemuka dan terdepan dalam layanan dan kinerja. Peningkatan prestasi dibangun melalui pencapaian prestasi BNI yang sudah dicapai.
Your Ad Here